ORANG KERDIL, PICIK

KERDIL, sinonimnya kecil. Tidak besar. No Big.

Ingat kata kerdil, kami jadi ingat pesan melalui WhatsApp (WA) yang dikirim seorang sahabat jurnalis, beberapa hari lalu.

“Kecil kali Abang dibuat kawan-kawan nih”, tulisnya.

Membaca itu kami hanya tersenyum. Sedikit pun tak ada gejolak di hati. Apalagi perasaan ingin marah.

Dibuat, kata dasarnya buat. Kata yang setali tiga uang adalah bikin. Dibuat sama dengan dijadikan.

Sedangkan kata kali dalam kalimat itu kami paham, bukan bermakna sungai.

Haruskah kita marah bila dibuat kecil seseorang? Sejatinya tidak boleh dan jangan pernah marah.

Pasalnya, sesuatu yang dibuat kecil atau dikecilkan, pastinya sesuatu yang besar. Gede; gadang.

Kerdil bila disandingan dengan orang menjadi orang kerdil.

Orang kerdil tak serta merta boncel.

Orang berbadan tambun pun bisa jadi orang kerdil.

Tentu bukan dari size atau ukuran tubuhnya. Namun dari pemikirannya. Cara pikirnya. Pola pikirnya. Mindset.

Bila diklasifikasikan, pikiran dapat dibagi atas 3 kelompok. Pikiran besar, pikiran sedang dan pikiran kecil.

Pikiran kecil kata lainnya adalah picik. Tak luas pemikirannya.

Berdasarkan ketiga kelompok pikiran itu, kata Eleanor Roosevelt, "First Lady" dan kolumnis dari Amerika Serikat (1884-1962), “Pikiran besar mendiskusikan gagasan; pikiran rata-rata membahas kejadian; pikiran kerdil membicarakan orang.”

Orang yang dibicarakan orang yang kerdil pikirannya, biasanya tak kan jauh dari hal-hal negatif dari orang yang dicakapkannya itu.

Sebab, jika membicarakan orang dari sisi positifnya “tak setajam silet”.

Karena itu pula, orang yang kerdil cara padangnya, biasanya suka menggosip. Mengunjing orang. Bahkan memfitnahnya.

Fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).

Terhadap kata finah ini, Ali bin Abi Thalib mengingatkan, “Barangsiapa menyalakan api fitnah, maka dia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya.”

Dan, kata Ben Johnson, seorang dramawan dan penyair dari Inggris (1572-1637), “Diam adalah jawaban terbaik untuk sebuah fitnah.”

Diam untuk mendengar adakalanya jauh lebih baik daripada berbicara, jika apa yang dibicarakan tersebut lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

Diam untuk merangkai kata, memang jauh lebih baik dari menulis hanya untuk menggibah, menuduh, sampai memfitnah, hingga menimbulkan pertikaian dan permusuhan.

“Hidup ini singkat untuk berpikir kerdil,” kata negarawan dan penulis dari Inggris Benjamin Disraeli (1804-1881).

Beruntunglah orang yang suka dikecilkan orang lain. Sebab, sebenarnya orang itu besar.

Dan, relalah seikhlas-iklasnya bila kita dikecilkan orang lain, karena tak banyak orang yang bisa demikian.

Setidaknya, itulah yang dipesankan Pahlawan  Nasional dari Negeri Rencong, Nanggroe Aceh Darussalam Cut Nyak Dhien (1848-1908).

Kata istri Pahlawan Nasional Teuku Umar tersebut, “Cuma sedikit orang yang rela menjadi kecil, sehingga bisa dipakai oleh Allah SWT untuk melewati lubang-lubang ujian yang sempit.”

Alhamdulillah!*****

Room 210, Surya Hotel Duri


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar