Menjaga Tradisi Lampu Colok Pulau Bengkalis

Catatan Bagus Santoso Wakil Bupati Bengkalis 

Malam tujuh likur, atau malam 27 Ramadhan, malam hari yang ditunggu-tunggu ramai orang Bengkalis. Malam tersebut begitu dinantikan karena akan ada dua peristiwa. Pertama peristiwa keagamaan, bagi umat muslim jadi malam istimewa penuh kemuliaan turunnya Lailatul Qadar. Kedua menjadi malam meriah pasang lampu colok. 

Tradisi lampu colok menjadi keunikan tersendiri bagi masyarakat Bengkalis.  Tidak heran banyak warga perantauan asal Bengkalis akan merindukannya. Tak terkecuali Warga dari negeri jiran Malaysia asal Bengkalis setiap momen malam 27 Ramadhan berbondong-bondong balik kampung sekedar untuk melihat kemolekan lampu colok. 

Lampu colok sejatinya pelita lampu bersumbu memakai bahan bakar minyak tanah. Karena minyak tanah langka sebagian menggantinya bahan bakar solar meski harga lebih mahal. 

Pelita tersebut di susun sedemikan rupa mengikuti alur sketsa di cantolkan pada kayu yang sudah membentuk gambar yang dikehendaki.  Diantaranya  rumah ibadah yaitu Masjid, bulan sabit, bedug, Al-quran, kaligrafi,
ketupat, ikan sampai pompa angguk minyak. 

Asal muasal lampu colok menurut Datuk Yan Said Ketua LAMR Bengkalis bermula sejak sebelum ada penerangan listrik. Dimana warga yang pergi Masjid dan Surau membawa lampu pelita sebagai penerang sepanjang perjalanan. 

Seiring perjalanan waktu, muncul kreatifitas warga dengan memasang lampu colok sepanjang pinggir jalan. Kreatifitas berlanjut maka lampu colok menjadi budaya hingga sekarang. 

Sejak pertengahan Ramadhan warga terutama remaja dan pemuda mulai bekerja mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kayu, kawat, kaleng bekas minuman, sumbu api menjadi komponen utama. Anak muda rela masuk belukar menebang batang pohon. Sedangkan kelompok orang tua  ikut andil pendanaan. 

Dahulu lampu colok menjadi kebanggaan disetiap sudut kota dan ceruk kampung. Lampu colok menjadi daya tarik bagi banyak kalangan.  Semua berlomba untuk menjadi yang terbaik sehingga banyak dikunjungi warga meski tanpa hadiah atau imbalan jasa. 

Melihat antusias warganya Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten mulai melirik dengan dorongan bantuan dan perlombaan. Hanya saja untuk bantuan dana tidak kontinue. Sedangkan untuk perlombaan pemerintah menyediakan hadiah meski hanya stimulus rangsangan. Masyarakat lebih mandiri dengan mengumpulkan iuran dana sukarela. 

Terpantau lampu colok terkini tahun 2023, gebyarnya tidak semarak seperti tahun lalu sebelum wabah corona. Simpang jalan, sudut kota seperti Jalan Hangtuah, Damon, Parit Bangkong dan Rimba Sekampung nyaris tidak ada lagi. Hanya Damon yang bertahan itupun yang besar hanya satu titik. 

Lampu colok masih terus bertahan di desa-desa. Untuk tahun 2023 ada sebanyak 29 Desa yang mengikuti lomba festival lampu colok meliputi Kecamatan Bukit Batu, Siak Kecil, Bandar Laksamana, Bantan dan  Bengkalis. 

Pemkab Bengkalis terus mendorong agar budaya lampu colok lestari sepanjang zaman. Komitmen pemimpin Bengkalis dibuktikan setiap tahunnya di helat lomba lampu colok. Tahun 2023, Bupati Kasmarni menandai dimulainya lomba lampu colok di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu. 

Diremang Lampu colok seakan terkandung makna bahwa menjaga tradisi milik negeri mesti dengan ikhlas hati. Salam Bengkalis Bermasa, Bermarwah Maju dan Sejahtera, Mantab.


Opini Lainnya

Tulis Komentar