Pencarian

Perbandingan Fungsi Sosial Tulisan Jawi dan Huruf Latin dalam Perkembangan Bahasa Indonesia

Tulisan Jawi dan huruf latin memiliki peran sosial yang sangat berbeda dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Keduanya hadir dalam konteks zaman dan kebutuhan masyarakat yang berbeda, namun masing-masing memberi kontribusi penting dalam membentuk identitas kebahasaan bangsa.

Tulisan Jawi, yang berbasis pada huruf Arab dan dimodifikasi agar sesuai dengan fonetik bahasa Melayu, digunakan secara luas sejak abad ke-14. 

Ia memainkan peran dominan dalam penyebaran agama Islam, terutama di pesantren, masjid, dan lingkungan kerajaan-kerajaan Islam seperti Aceh, Malaka, dan Johor. 

Fungsi sosial tulisan Jawi kala itu erat kaitannya dengan pendidikan agama, administrasi kerajaan, serta pengembangan sastra Melayu klasik. Naskah-naskah seperti Hikayat Nabi, Taj al-Salatin, dan berbagai kitab tafsir dan fikih menjadi bukti peran strategis Jawi sebagai alat literasi dan pembentuk wacana sosial masyarakat Melayu-Nusantara.

Sementara itu, huruf Latin mulai digunakan secara masif seiring masuknya sistem pendidikan kolonial pada abad ke-19. Penggunaan huruf Latin menjadi dominan karena pemerintah kolonial Belanda mengadopsinya sebagai standar dalam pendidikan, administrasi, dan penerbitan. 

Setelah kemerdekaan, huruf Latin tetap digunakan dan diresmikan dalam sistem bahasa Indonesia, karena sifatnya yang lebih mudah dicetak, disebarluaskan, dan diadaptasi dalam sistem global modern.

Dari sisi fungsi sosial, tulisan Jawi bersifat eksklusif dan lebih banyak digunakan di lingkungan agama dan budaya lokal, sementara huruf Latin bersifat inklusif dan menjadi alat komunikasi nasional dan internasional. 

Jawi memperkuat identitas budaya Melayu-Islam, sedangkan huruf Latin memperluas jangkauan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu dan penggerak modernisasi.

Meskipun huruf Latin kini mendominasi kehidupan sosial dan administrasi, tulisan Jawi masih menyimpan nilai historis dan kultural yang besar.

Ia adalah warisan yang merekam masa transisi intelektual masyarakat Indonesia dari tradisi lisan ke tradisi tulis. Perbandingan ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya lokal.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap fungsi sosial kedua sistem penulisan ini dapat memperkaya perspektif kita terhadap perjalanan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang tumbuh dari akar tradisi, namun mampu menjangkau dunia global melalui adaptasi yang bijaksana.

Ditulis oleh : Lusi Ningdiawati (202401024). Mahasiswa ISNJ Bengkalis, Jurusan Akuntansi Syariah

Tim Redaksi