Good Jurnalist Makes Better Future.
Bila diterjemahkan, kira-kira demikian arti bahasa Inggris di atas, “Wartawan yang baik membuat masa depan lebih baik.”
Tema itu diangkat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik Cendekia Politeknik Negeri Bengkalis, pada seminar dan workshop jurnalistik, Sabtu, 26 Oktober 2019.
Di kegiatan tersebut, kami diminta dan menjadi salah seorang narasumber. Pemberi informasi.
Sedangkan informan satunya lagi, Tengku Said Muhammad Iqbal dari RRI Stasiun Bengkalis.
Saat memberikan materi di hadapan sekitar 80 peserta (sesuai laporan panitia), kami sampaikan quote ‘kutipan’ Ali bin Abi Thalib. “Ikatlah ilmu dengan menulis.”
Kemudian, masih mengutip kutipan Ali bin Abi Thalib, kami sampaikan juga, “Harta itu kurang apabila dibelanjakan, tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan.”
Selain itu, kami juga jelaskan, di era sekarang, zaman medsos ini, kita semua adalah pemilik media, pimpinan redaksi, dan juga editor.
Dan, juga seorang jurnalis atau wartawan. Yakni, citizen journalism ‘jurnalis warga’.
Dalam agama Islam yang kami yakini, dikenal istilah amal jariah.
Amal jariah adalah amalan pahala yang tak terputus sampai hari kiamat walaupun yang mengerjakan amal tersebut sudah berkalang tanah; meninggal dunia; tutup usia, wafat; berpulang ke rahmatullah; mati.
Masih menurut ajaran Islam, ada 3 (tiga) amal jariah yang tak terputus sampai hari kiamat.
Salah satunya ilmu yang bermanfaat; berfaedah; berguna.
Sedangkan 2 (dua) yang lain adalah, sedekah jariyah, dan doa anak saleh atau salihah kepada orang tuanya.
”Apabila anak Adam itu mati, maka terputuslah amalnya, kecuali (amal) dari tiga ini: sedekah yang berlaku terus menerus, pengetahuan yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan dia.”
Kata dia dalam arti hadis tersebut menurut sebuah rujukan yang pernah kami baca, pengertiannya tak sebatas orang tua. Tetapi juga agama, nusa, dan bangsa.
Sesuai penjelasan yang kerab kami dengar dari para ustaz atau guru agama, hadis yang artinya kami tulis di atas, diriwayatkan Muslim.
Menurut kami. Memberikan informasi yang bermanfaat melalui sebuah tulisan, meskipun dalam tulisan itu hanya ada satu kata yang berfaedah bagi orang lain, juga termasuk amal jariah.
Mari menulis.
Seperti kata Ali bin Abi Thalib, ikatlah ilmu sebanyak mungkin dengan menulis.
Bagikan itu jika menurut kita baik dan bermanfaat, meskipun mungkin bagi orang lain tak lebih dari kumpulan kata-kata yang menyampah. Mengotori.
Mari menulis.
Tugas penulis itu, ya hanya menulis. Utamanya tak lebih dari itu.
Laksana dokter praktik. Ada tidaknya pasien yang datang ke tempatnya praktik, tergantung ada tidaknya orang berobat.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” kata penulis Indonesia kelahiran 1925, Pramoedya Ananta Toer.
“Aku belajar dan membaca agar umur orang lain berguna bagiku, dan aku menulis agar orang lain mengambil manfaat atas umurku,” katas ustaz keturunan Tionghoa yang kebetulan berasal dari provinsi yang sama dengan tempat kami dilahirkan (Sumatera Selatan), Felix Siauw.
“Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis memperpanjang keberadaanmu di dunia dan amalmu di akhirat kelak,” pesan sastrawan yang juga produser film Indonesia keturunan Tionghoa, berhijab, kelahiran Medan (Sumatera Utara), Kamis, 2 April 1970, Helvy Tiana Roza.
Menulislah!
Walau hanya sebuah kalimat pendek, tulislah apa yang bisa kita tulis. Lalu, bagikan ke orang lain.
Menulislah!
Tapi jangan tulis satu kata pun yang kita sendiri tak senang membacanya, bila orang lain menulis, dan membagikannya untuk kita.
Ikatlah ilmu dengan menulis.
Semakin banyak kita menulis, berarti kian besar jumlah ilmu yang kita kebat.
Menulislah untuk kemajuan negeri.
Jadilah jurnalis warga untuk masa depan negeri ini yang lebih baik.
Insyaallah, kita semua bisa, dan semua kita bisa. #####
Bengkalis, 4 November 2019