Pencarian

TAJASSUS BUKAN KRITIKUS

“Apabila ada lalat yang menghinggapi tempat minum kalian, maka tenggelamkanlah seluruh bagian (tubuh) lalat itu (terlebih dahulu), (baru) kemudian buanglah lalat tersebut. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya mengandung obat dan pada sayap yang lain mengandung penyakit.”

Tulisan kami kali ini bukan untuk mengupas tuntas arti hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Bukhari tersebut.

Tapi hanya mengulas kata ketiga yang dalam arti hadis di atas jumlahnya juga tiga. 

Lalat.

Lalat termasuk dalam kelas Insecta dan ordo Diptera.

Hewan yang bisa terbang 8 km per jam, dan hidup dalam kurun waktu 30-60 hari ini, kerab menyusahkan. Jika terkurung di ruangan, bikin bising.

Lalat tak suka kebersihan. Senang sampah. Demen tempat yang kotor-kotor.

Mungkin karena itu, lalat digunakan untuk perumpamaan orang yang juga suka begitu.

Lalat dipakai sebagai tamsil buat orang yang gemar mencari kesalahan orang lain.

“Seburuk-buruk manusia adalah yang sibuk mengurusi kesalahan orang lain, ibarat seekor lalat yang hanya mencari-cari tempat yang kotor,” sebuah quote ‘kutipan’ yang pernah kami baca.

Satu lagi, “Orang yang suka mencari kesalahan orang lain, ibarat lalat yang suka terbang untuk mencari nanah dan luka yang busuk.”

Orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain dengan tujuan untuk membongkar noda seseorang dan mempermalukannya, disebut tajassus (bahasa Arab). Bahasa Indonesianya ‘gibah’.

Islam, agama yang kami yakini, melarang umatnya menjadi gibah. Haram hukumnya.

Larangan itu dalam Alquran di ayat ke-12 surah Al-Hujarat, yang artinya, “Janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain.”

Sedangkan dalam hadis, diantaranya diriwayatkan Bukhari dan Muslim, yang artinya, Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain.”

Gibah termasuk cabang kemunafikan.

Gibah itu laksana manusia yang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Menjijikan.

Gibah merupakan sifat tercela. Sifat yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Salah satu pekerjaan yang paling mudah di dunia memang mencari kesalahan orang lain.

Suka gibah biasanya ada dan menjadi sifat si pemalas. Pada orang yang ingin ‘hidup nak senang, makan nak kenyang, tidur nak tenang’. Tapi maunya cuma ongkang-ongkang. Tak mau banting tulang.

Orang senang gibah bukan orang berhasil. Karena hanya orang gagal yang suka mencari kesalahan dan kebuntuan.

Sementara, orang sukses senantiasa menemukan jalan untuk menggapai impian.

Orang suka gibah adalah orang bermasalah. Mengalami gangguan kepribadian; antisocial personality disorder.

Orang suka gibah tak akan merasa bersalah atas tindakan kurang menyenangkan yang dilakukannya ke orang lain.

“Orang yang paling bermasalah yakni orang yang suka mencari kesalahan orang lain,” kata sebuah kutipan.

Orang suka gibah adalah orang yang tak suka kebenaran. Senang mencari pembenaran. Namun, walau merasa benar, ia tak akan terlihat benar.

Orang demen gibah tahu dan paham intropeksi diri, tapi tak mengerti benar apa itu bercermin diri.

Orang suka gibah adalah orang bebal, karena orang cerdas lebih sering berintropeksi diri dibanding mencari-cari kesalahan orang lain.

Apapun profesi kita, hendaknya jangan sampai menjadikan kita orang yang suka gibah.

Karena orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain, hatinya akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan diri sendiri.

Tajassus memang bukan, dan tidak beda tipis dengan kritikus. #####

Bengkalis, 30 Oktober 2019.

Tim Redaksi