BENGKALIS – Dalam menjalan tugas dan fungsinya, setiap tahunnya, baik Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa atau desat adat atau yang disebut dengan nama lain, menyusun anggaran pendapatan dan belanja.
Jika dipusat disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di Provinsi maupun Kabupaten/Kota disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara di tingkat Desa dinamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Produk hukum yang mengatur tentang APBN disebut Undang-Undang. Sedangkan untuk APBD adalah Peraturan Daerah (Perda) atau bisa melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Perkada untuk APBD Provinsi disebut Peraturan Gubernur (Pergub).
Sedangkan untuk Kabupaten/Kota, masing-masing dinamakan Peraturan Bupati (Perbup) dan Peraturan Walikota (Perwako). Untuk Desa, APBDes tersebut ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes).
Terkait budget (anggaran) dalam APBN, APBD maupun APBDes, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis, Johansyah Syafri menjelaskan, pagu dana yang dicantumkan di dalamnya, jangan sekali-sekali dijustifikasi atau disimpulkan sebagai sesuatu yang mutlak (nyata) seperti yang dituliskan.
“Meskipun sudah diketuk palu (disahkan) dan menjadi produk hukum oleh pihak-pihak yang berwenang (legislatif),” ungkapnya.
Umpamanya, pagu pendapatan dan belanja dalam APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2018, karena ketentuannya harus seimbang alias besarnya sama, masing-masing ditetapkan sebesar Rp2.640.509.374.699.
“Anggaran pendapatan dan belanja sebesar Rp2.640.509.374.699 itu, bukan angka pasti. Sifatnya hanya estimasi atau perhitungan di atas kertas. Namanya juga perkiraan, bisa terealisasi sebesar itu atau melebihi, bisa juga tidak (kurang) alias tak tercapai atau bahkan meleset jauh,” jelasnya, Selasa, 14 Agustus 2018 di ruang kerjanya.
Penjelasan ini disampaikannya terkait adanya pertanyaan sejumlah warga yang meminta penjelasan tentang apa itu APBD?
Mengapa bukan angka yang sifatnya pasti? Menurut Johan, hal itu tidak terlepas atau erat kaitannya dengan arti kata ‘anggaran’ itu sendiri.
“Dalam KBBI Daring (dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya), kata ‘anggaran’ itu maknanya memang ‘perkiraan’ atau ‘perhitungan’. Arti lainnya ‘taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang’,” papar Johan jika diubah usai, maka APBD itu berarti Perkiraan Pendapatan dan Belanja Daerah.
Walau sifatnya perkiraan, namun dalam membuat perhitungan, pihak-pihak yang menghitungnya, imbuhnya, tidak boleh melakukannya sembarang alias asal tetapkan sesuka hati.
“Tetap ada acuannya. Ada yang dipedomani. Untuk APBN 2018 misalnya, disusun dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik, yang tercermin dari asumsi dasar ekonomi makro,” sambungnya.
Adapun asumsi dasar ekonomi makro yang dijadikan cermin tersebut, seperti nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan berada pada Rp13.400 per dolar Amerika Serikat.
Kemudian, harga Indonesia Crude Price (ICP) diperkirakan rata-rata mencapai USD48,0 per barel, serta lifting minyak dan gas bumi tahun 2018 diperkirakan masing-masing mencapai 800 ribu barel per hari dan 1.200 ribu barel setara minyak per hari.
“Sedangkan dalam APBD, dasar perkiraan tersebut misalnya target Pendapatan Asli Daerah dari Pajak dan Retribusi, Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat, dan penghasilan lainnya yang sah. Namanya target, sifatnya juga hanya perkiraan. Realisasinya bisa tak sesuai target. Kalau dalam cuaca, namanya prakiraan cuaca,” pungkas Johan. #DISKOMINFOTIK.