Bisa jadi, meskipun sering dan bahkan berpuluh-puluh tahun menuturkan, menuliskannya atau bahkan sering ikut, di antara kita ada yang belum tahu bahwa kata ‘antri’ baru resmi menjadi salah satu dari 127.036 lema atau makna dalam bahasa Indonesia sejak 28 Oktober 2016. Itupun hanya sebagai bentuk tidak baku atau tidak standar.
Memang, sebelum itu yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kata ‘antre’, yang artinya ‘berdiri berderet-deret ke belakang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dan sebagainya)’.
Kemarin petang (Ahad, 11 Februari 2018) dan seperti biasa, ketika hendak menyeberang kembali ke Bengkalis dari Pekanbaru, kami harus antre di pelabuhan feri Sungai Selari. Aturannya begitu. Apalagi kendaraan kami bukan termasuk yang dikecualikan.
Kami tiba di pelabuhan yang berlokasi di Desa Sungai Selari, Kecamatan Bukit Batu itu, menjelang mentari terbenam. Sekitar pukul 17.30 WIB. Dan baru masuk ke dalam feri, kurang lebih 2 jam kemudian. Artinya, sekitar 2 jam kami antre di sana.
Seperti biasa, sambal menunggu ‘karcis kuning hijau disobek’ petugas, petang kemarin kami menyempatkan berbaur dengan sesama para pengantre lainnya.
“Seharusnya mobil saya sudah masuk. Tapi karena ada yang tak mau ikut antre, terpaksa menunggu trip (feri) berikutnya. Enak saja dia tak ikut antrean. Jangan mentang-mentang. Tak tahu dia kalau menerobos antrean itu zalim. Perbuatan dosa,” ujar seorang bapak separuh baya, dengan nada sangat kesal.
Namun demikian, bapak itu tak menyebutkan siapa yang dimaksudnya mentang-mentang tersebut. Begitu pula Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) mobil milik orang yang dimaksudkannya mentang-mentang itu. Dia juga tak menyebutkan TNKB tersebut berwarna merah, hitam atau yang lainnya.
Sejak mendengar kalimat kekesalan bapak itu, pikiran kami terus diselimuti pertanyaan; “Benarkah menerobos antrean atau tak mau ikut antrean itu perbuatan zalim. Perbuatan dosa?”
Karena penasaran, fajar tadi, sebelum nenunaikan sholat fardhu Subuh, kami pun mencoba mencari rujukan mengenai korelasi menerobos antrean atau tak mau ikut antrean dengan kata zalim.
Adapun yang pertama kali kami cari pengertian zalim dalam ajaran agama Islam yang kami yakini dan juga dalam bahasa Indonesia. Termasuk makna kata antre yang sudah dijelaskan di atas.
Dalam KBBI, zalim (bentuk tidak bakunya adalah dolim, lalim dan dhalim) berarti bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, atau kejam.
Mengutip wikipedia.org, zalim adalah meletakkan sesuatu/perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin. Sedangkan lawan kata zalim adalah adil. Secara etimologi, kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” yang artinya gelap.
Masih menurut wikipedia.org, di dalam Al-Qur’an sinonim zalim ini adalah ‘baghy’, yang artinya juga melanggar hak orang lain. Namun pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang ‘baghyu’, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.
Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan.
Serta, banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.
Kemudian, kami pun (tentunya dengan bantuan ‘Mbah Google’), mencoba mencari ada atau tidak fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang khusus membahas tentang antrean ini. Sejauh ini belum kami dapatkan.
Lalu, kami pun melanjutkan penelusuran. Mencari berbagai tulisan yang membahas tentang persoalan antrean ini menurut Islam.
Muhammad Halid Syar'i dalam tulisan yang bertajuk “Bagaimana Seorang Muslim Mengantre?” yang dipublikasikan muslim.or.id pada 20 Agustus 2014, mengatakan, dalam hal mengantre, maka yang didahulukan adalah yang pertama datang untuk mengantre, lalu yang setelahnya. Tidak berhak bagi seorang pun menyerobot antre karena tindakan itu adalah perbuatan zalim, merebut hak orang lain tanpa rida darinya.
Masih menurut Muhammad Halid Syar'i, bahkan secara tegas Rasulullah SAW., melarang seseorang menyuruh orang lain pindah dari tempat duduknya lantas duduk menempatinya, karena itu adalah hak orang lain tersebut, bukan haknya. Begitu juga dalam masalah antre.
Tulisnya, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Tidak boleh bagi seseorang menyuruh orang lain berdiri atau pindah dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempatnya” (Muttafaqun ‘alaih)
Kata Muhammad Halid Syar'i lagi, patuhilah aturan yang berlaku dan tertiblah saat menunggu giliran. Ketika mengantre, hendaklah Anda menyadari bahwa Anda memiliki hak dan hak Anda adalah nomor antrean Anda. Demikian pula para pengantre di depan Anda, mereka memiliki hak yang tertera dalam nomor antrean mereka.
Jika ini kita sadari, maka tidak selayaknya bagi seorang yang beriman kepada keadilan dan ke-Mahabijaksanaan Allah untuk merampas hak orang lain. Kita diperintahkan untuk selalu berbuat adil kepada sesama. Tidak halal bagi seorang muslim mengambil hak orang lain tanpa seizinnya.
“Jika Anda terjepit sebuah kebutuhan yang mengharuskan Anda mendahului para pengantre di depan Anda, maka mintalah izin kepadanya. Jika ia mengizinkan, maka silakan Anda mendahuluinya. Jika tidak, maka bersabarlah dan itulah yang terbaik untuk Anda. Jika rambu-rambu ini Anda langgar, maka kekacauanlah yang akan terjadi dan Andalah pemicu kekacauan itu,” tegas Muhammad Halid Syari’.
Sementara itu, Poety B'ning dalam tulisannya yang berjudul “Dalam Sebuah Antrian”, yang dipublikannya Rabu, 11 April 2012, mengatakan; “Dengan menyerobot, berarti kita menganggap kepentingan orang lain lebih rendah daripada kepentingan kita. Sifat ini menjadi ciri bagi manusia yang tak mau tertib, teratur dan juga tak tahu rasa malu, egois dan maunya enak sendiri.”
Menurut sumber lain, kesepakatan untuk antre dalam suatu hal pun harus ditaati dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Adapun orang yang menyalahi aturan yang telah disepakati, maka ia berdosa.
Sedangkan Amiruddin dalam tulisannya yang berjudul “Mengantri Menunjukkan Kesalehan Seseorang?” yang dipublikasikan melalui guruamir.com pada 17 Maret 2016, mengatakan; “Menyerobot antrian dianggap sebagai sebuah maksiat yang tak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan menyerobot antrian sama halnya dengan merusak ketertiban.”
“Dan sebagian dari maksiat badan adalah menyerobot giliran orang lain baik tempat, pakaian, mengambil air di sumur dan lain-lain,” terang Amiruddin mengutip kitab Sulamut Taufiq sebagai rujukannya.
Berbicara tentang antre ini, adapun hewan yang dijadikan sebagai subjek untuk menyindir orang yang tak mau atau suka menyerobot anteran adalah bebek, Seperti dalam kalimat; “Antre dong! Bebek aja bisa antre!.” Karena itu rasanya tak salah bila ada yang mengatakan, orang yang suka menerobos antre itu, lebih rendah dari binatang (bebek)?
Terakhir, karena tak memiliki pengetahuan agama yang baik, kami minta teman sejawat di Bidang Sumber Daya Komunikasi dan Informasi Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik untuk mencarikan beberapa ayat dalam kitab suci Al-Qur’an serta hadits Rasulullah SAW., tentang larangan dan akibat yang bakal diterima orang yang berbuat zalim.
Kami meminta bantuan kepada mereka, karena mereka ‘lebih tinggi seranting’. Kami nilai lebih memiliki kompetensi untuk itu. Karena mereka memang lulusan dari perguruan tinggi agama Islam, seperti Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim ((UIN Suska), Pekanbaru dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bengkalis.
Adapun teman sejawat dimaksud adalah (sesuai abjad) Babam Suryaman (alumni STAIN Bengkalis), Darmawanto (Alumni UIN Suska, Pekanbaru) dan Zuriat Abdillah ((alumni STAIN Bengkalis).
Sesuai permintaan, Darmawanto, melalui e-mail, diantaranya mengirimkan surah Al-Ihsan (77) ayat 31. Artinya; “Dia (Allah) memasukkan siapapun yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya (surga). Adapun bagi orang-orang yang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.”
Dengan cara yang sama, Babam Suryaman, diantaranya mengirimkan surah Hud (11) ayat 18. Artinya; “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.”
Sementara Zuriat Abdillah (juga dengan cara yang sama), diantaranya mengirimkan surah As-Syura (42) ayat 40-42. Artinya; “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih."
Selain itu, Zuriat juga menyertakan sebuah hadits, yang artinya; “Hati-hatilah dari perbuatan zalim. Sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan yang sangat gelap di hari kiamat”. (H.R. Muslim dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ’Anhu).
Dan alhamdulillah, salah satu ayat yang dikirimkan Babam, adalah do’a agar tak termasuk orang yang zalim, yaitu surah Al-Mu’minun (23) ayat 94. Artinya: “Ya Tuhanku, maka janganlah Engkau jadikan aku berada di antara orang-orang yang zalim”.
“Jadilah pelopor ketertiban dan budayakan antre sebagai kebutuhan”.Antre itu indah! Kita bisa!
Semoga bermanfaat!
Aamiin ya rabbal alamin.
Wallahu a’alam bishawab! *****
Bengkalis, Negeri Junjungan, 12 Februari 2018
Negerimu, Negeriku, Negeri Kita Bersama
