KEJUJURAN.
Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan.
Tersebab sudah lama sekali, kami lupa. Dimana dan kapan kami membaca kata mutiara itu.
Tapi kami masih ingat. Pesan bernas itu ditulis di pintu bak sebuah prahoto.
Setiap huruf penyusunnya, ditulis dengan warna putih. Terang, bersih dan suci.
Sebelum itu, kami pernah beberapa kali membaca kalimat tersebut di tempat berbeda. Di beberapa tulisan.
Jadi kami tahu, itu bukan rangkaian kata pengemudi dan/atau pemilik truk tersebut. Itu kata mutiara kepunyaan Thomas Jefferson.
Thomas Jefferson adalah presiden ketiga Amerika Serikat. Masa jabatan dari tahun 1801 hingga 1809.
Thomas Jefferson juga seorang filsuf. Pencetus Deklarasi Kemerdekaan dan ‘Bapak Pendiri Amerika Serikat’.
“Honesty is the first chapter in the book of wisdom”, itulah kalimat aslinya yang ditulisnya.
Melalui kata mutiara ini, Thomas Jefferson menekankan pentingnya kejujuran.
Bahkan, menurutnya, kejujuran adalah hal pertama yang dibutuhkan untuk menjadi seseorang yang bijaksana.
Dia mengumpamakan kejujuran sebagai “the first chapter” atau “bab pertama.”
Bagi yang seakidah, tentu tahu betul jika Islam mengajarkan kepada seluruh pengikutnya untuk selalu jujur dalam setiap keadaan.
Islam juga mengharamkan sifat dusta. Mencela perbuatan dusta.
Firman Allah Swt., yang menunjukkan mulianya sifat jujur, diantaranya surah At-Taubah ayat 119.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur (benar)!”, demikian terjemahan surah itu.
Sedangkan dalil bahwa dusta itu buruk, antara lain, sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
“Tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu: jika dia berbicara dia dusta, jika dia berjanji dia mengingkarinya dan jika dia dipercaya dia berkhianat”, demikian arti hadis tersebut.
Jujur itu kebenaran. Bukan pembenaran.
Jujur itu adalah keadaan (hal dan sebagainya) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya.
Jujur itu tidak diada-adakan. Bukan mengada-ada.
Jujur itu adalah sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar) ada.
Jujur itu bukan proses, cara atau perbuatan membenarkan. Karena esensi membenarkan adalah dibuat-dibuat. Dijadikan benar, walau realita yang sesungguhnya adalah lawan katanya; salah.
Jujur itu seperti pisau. Akan tajam jika diasah. Bila terus digerinda.
Artinya, untuk menjadi orang jujur, seseorang bisa melatihnya. Meskipun dalam kenyataannya, tentu tak selancar mengucapkannya. Tak semudah membalikkan telapak tangan.
Orang yang berani jujur pasti orang hebat.
Setidaknyanya itulah makna tiga kata “Berani Jujur Hebat” milik Komisi Pemberantasan Korupsi; Komisi Anti Rasywah; (KPK).
Tapi orang hebat belum tentu berani jujur.
Berani jujur hebat.
Karena menjadi orang yang jujur itu memang sulit. Tak mudah. Bahkan sangat sulit. Apatah lagi untuk sampai ke derajat ash-shiddiq (orang yang sangat jujur).
Berani jujur itu hebat.
Menjadi orang jujur itu berarti sudah siap sedia ditempatkan dalam posisi sulit. Bahkan serba sulit.
Walau sulit dan bakal ditempatkan diposisi sulit, namun siapa pun kita tentu harus senantiasa saling asah, saling asuh, saling asih dalam mempraktikkan kejujuran di setiap perkataan dan perbuatan.
Sebab, seperti kata mutiara Thomas Jefferson tentang kejujuran ‘honesty is the best policy’, menjadi jujur adalah hal terbaik yang harus dilakukan. Terus dicoba untuk kita tingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Bila tidak, siapa pun kita akan sulit mengamalkan butir-butir sila keempat: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”.
Itu untuk di dunia yang fana ini.
Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada.
Kejujuran itu tak hanya pada ucapan, juga di perbuatan.
Mengapa Islam menjadikan jujur sebagai sifat yang mulia?
Karena di lobang sempit, kejujuran akan menjadi prajurit-prajurit penghilang jerit.
Kami tahu itu. Tapi jujur dan sejujur-jujurnya, sampai saat ini, jangankan ke orang lain, pada diri sendiri pun terkadang kami belum bisa jujur.
Berani jujur itu memang hebat. Tapi, hingga setakat ini kami belum bisa jadi orang hebat.
Jujur sejujur-jujurnya, kami memang masih sangat perlu banyak nasihat dari para sejawat, pejabat dan mantan pejabat, kerabat, orang dan jiran tetangga dekat, serta karib sahabat.
Dan, tentunya juga, bimbingan dan tunjuk ajar dari para ustad agar kami tak tersesat. #####
Bengkalis, 22 Oktober 2019