Pertemuan Soal Konfilik Nelayan, Hasilkan Enam Kesepakatan

Teks foto: Camat Bantan Fadlul Wadji saat memimpin pertemuan dengan nelayan

BANTAN – Tindak lanjut dari peristiwa penahanan kapal milik Meswan nelayan jaring batu dua hari lalu, digelar pertemuan antara camat, pihak kepolisian, TNI dan nelayan di kantor Camat Bantan, Rabu 21 Februari 2018.

Pada pertemuan itu, utusan nelayan yang hadir berasal dari nelayan jaring batu, sedangkan utusan nelayan rawai tidak hadir, karena ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Pertemuan dipandu langsung Camat Bantan Fadlul Wajdi, turut dihadiri Kasat Pol Air AKP Yudi Pranata, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, yang diwakili Kabid Sofian, Kapolsek Bantan AKP Yuherman Koto, Koramil Bantan, Pelda N Nasution, Pejabat Kepala Desa Selatbaru Candra Kusuma dan Pj Kades Muntai Jayusni.

Meskipun hanya dihadiri oleh utusan nelayan jaring batu, pada pertemuan itu menghasilkan enam kesepakatan.

Pertama, Kapal jaring batu atas nama Meswan yang saat ini diamankan di Pos TNI Angkatan Laut Muntai, akan diserahkan kembali kepada pemiliknya, setelah  menunjukan dokumen kapal yang resmi.

Kedua, seluruh nelayan, berhak menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan peraturan. Ketiga, nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring batu dan rawai, harus mengikuti peraturan.

Keempat, kapal motor penangkap ikan ukuran di bawah 5 GT, wajib membuat dokumen penangkapan ikan, berupa pencacatan kapal perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bengkalis.

Kelima, kapal motor penangkap ikan ukuran 5 sampai 10 GT, wajib membuat dokumen penangkapan ikan, berupa pencatan perikanan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Riau.

Keenam, perlu adanya pertemuan lanjutan yang membahas kesepakatan antar pihak yang bertikai.

Pada pertemuan itu, Fadlul Wajdi, salah satu kunci untuk mengurangi bahkan menghindari konflik, nelayan diminta untuk mematuhi kesepakatan maupun aturan perundang-undangan.

Sementara itu, Kasat Pol Air AKP Yudi Pranata, menegaskan agar nelayan rawai dan jaring batu tidak boleh beroperasi di bawah 2 mil dari bibir pantai.  “Pertemuan ini diharapkan sebagai tindak awal, dari adanya kesepakatan antara pihak yang bertikai,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, yang diwakili Kabid Sofian, mengatakan  berdasarkan Balai Besar Penangkapan Ikatan (BBPI) Semarang, alat tangkap yang diperbolehkan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem perairan, serta alat tangkap yang dibolehkan.

Terakhir Kepala Polsek Bantan, AKP Yuherman Koto, mengimbau agar nelayan jaring batu tidak melakukan perlawanan, dan nelayan rawai tidak melakukan tindakan provokasi yang mengakibatkan kriminal. #DISKOMINFOTIK