Literatur Indonesia yang kita kenal saat ini tidak muncul begitu saja. Ia merupakan hasil akumulasi panjang dari tradisi tulis yang telah berkembang selama berabad-abad. Salah satu fondasi penting dalam sejarah sastra dan literasi di Indonesia adalah naskah-naskah Melayu klasik yang ditulis dalam aksara Jawi.
Tulisan Jawi, yang merupakan adaptasi huruf Arab untuk menuliskan bahasa Melayu, telah digunakan secara luas sejak abad ke-14 dan menjadi alat utama dalam pengarsipan pengetahuan serta penyebaran nilai-nilai sosial, budaya, dan agama.
Naskah-naskah Melayu dalam tulisan Jawi mencakup berbagai genre dari hikayat, syair, tambo, hingga kitab keagamaan. Beberapa karya penting seperti Hikayat Hang Tuah, Taj al-Salatin, dan Syair Abdul Muluk adalah contoh nyata bagaimana bahasa Melayu dalam bentuk tulisan Jawi telah berkembang menjadi medium sastra yang bernilai tinggi.
Naskah-naskah tersebut tidak hanya merekam kisah sejarah atau ajaran moral, tetapi juga memperlihatkan kekayaan bahasa, gaya naratif, serta nilai-nilai lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
Dalam konteks sejarah bahasa Indonesia, naskah-naskah Jawi ini memainkan peran penting sebagai titik awal pembentukan identitas bahasa nasional. Bahasa Melayu yang digunakan dalam karya-karya tersebut menjadi fondasi bagi bahasa Indonesia modern.
Pilihan terhadap bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928 tidak lepas dari peranannya yang telah terbukti sebagai bahasa komunikasi antaretnis dan antarwilayah sejak masa lampau.
Tulisan Jawi sendiri turut memperkuat budaya literasi Nusantara sebelum datangnya sistem tulisan Latin dari Barat. Ia menjadi medium utama dalam proses dokumentasi dan pembelajaran, khususnya di lingkungan pesantren, istana, dan masyarakat pesisir.
Oleh karena itu, literatur Indonesia hari ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari tradisi sastra yang berakar dari tulisan Jawi.
Sayangnya, banyak generasi muda Indonesia saat ini tidak mengenal tulisan Jawi maupun isi naskah-naskah klasik yang ditulis dengan aksara tersebut. Oleh karena itu, pelestarian dan pengenalan kembali tulisan Jawi melalui pendidikan, transliterasi, dan digitalisasi menjadi sangat penting. Ini bukan sekadar menjaga warisan budaya, tetapi juga menyambung kembali rantai sejarah sastra Indonesia yang kaya dan bermakna.
Ditulis oleh : Dicky Zulian (202403013). Mahasiswa ISNJ Bengkalis, Manajemen Bisnis Syari'ah