Ziarah Makam H Abdullah Nur, Pejuang 1945 yang Gigih Melawan Belanda dan Jepang

Teks foto: Wabup H Bagus Santoso bersama Forkopimda melakukan proses tabur bunga diatas pusara pejuang, H Abdullah Nur

BENGKALIS - Makam H Abdullah Nur bin H Muhammad Nur, menjadi pusara terakhir yang diziarahi Wakil Bupati H Bagus Santoso beserta rombongan Forkopimda.

Ziarah dilakukan bersempena memperingati Hari Jadi Bengkalis ke-510, Jum'at 29 Juli 2022.

Diawali dengan membacakan sejarah singkat sang pahlawan, dilanjutkan pembacaan do'a dan penyerahan santunan kepada ahli waris. Kegiatan yang dilakukan di Kelapapati Laut ini diakhiri dengan prosesi tabur bunga.

Riwayat singkat saat dibacakan, H Abdullah Nur atau lebih dikenal dengan panggilan Andak Dolah. Adalah putra dari pasangan H Muhammad Nur dan Mardiah. Ia lahir di Bengkalis tahun 1908 dan wafat 4 Januari 1997.

Semasa hidup, Ia memiliki dua orang istri. Setelah istri pertama meninggal, Sri Banun kemudian menikah lagi dengan Juriah.

Dari istri pertama, dianugerahi tiga anak dan istri kedua melahirkan sembilan anak.

Pendidikan dasarnya diawali Sekolah Rakyat (SR) di Bengkalis, kemudian berangkat ke Medan guna melanjutkan pendidikan menengahnya di sebuah pondok pesantren, beliau belajar selama tujuh tahun dibawah guru KH Syaikh Maksum.

Kembalinya dari Medan, Ia melakukan aktifitas dakwah keliling, dari satu kampung ke kampung lainnya, bahkan sampai ke luar Pulau Bengkalis.

Tahun 1945, Andak Dolah menjadi tentara Indonesia yang berjuang melawan Belanda di Bengkalis.

Sepak terjangnya melawan koloni penjajah, diceritakan puteri sulung beliau dari istri pertamanya, Zawiyah. Tatkala mengusi ke Sungai Alam, Andak Dolah sempat tertangkap oleh tentara Indonesia yang bekerja untuk Belanda.

Ia bersama rekan seperjuangan dibawa ke Rimba Sekampung untuk dijemur dihadapan pasukan Belanda, dan sudah dipersiapkan lubang galian yang rencananya diperuntukan untuk jenazah mereka.

Dalam situasi kritis, Andak Dolah masih punya kesempatan untuk hidup, berkat pengakuan salah seorang tentara Indonesia yang bekerja untuk Belanda menegaskan bahwa ia adalah orang baik-baik, mengajarkan agama kepada masyarakat.

Akhirnya ia selamat dari pembantaian, sementara rekan-rekannya harus wafat sebagai syuhada.

Zawiyah juga bertutur, tentang pengalaman pahit ayahandanya ketika pecah perang dengan tentara Jepang.

Tahun 1948, Andak Dolah bekerja di Kantor Urusan Agama Bengkalis yang pada waktu itu berkantor di Jalan Cokroaminoto.

Tahun 1959, Andak Dolah dilantik menjadi Hakim Pengadilan Syariah Bengkalis. Dilembaga inilah, Andak Dolah mengabdikan diri sampai pensiun.

Disamping berprofesi sebagai hakim agama, Andak Dolah juga aktif berpolitik. Saluran politiknya yang pertama adalah Partai Masyumi. Setelah Masyumi bubar, ia bergabung dengan Partai Nahdlatul Ulama.

Era orde baru, dimana partai politik menjadi tiga partai saja, ia memilih partai Golkar untuk memperjuangan aspirasinya.

Perjuangannya membuahkan hasil, ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis selama empat periode. #DISKOMINFOTIK