KITA DI ANTARA ‘LEARNING MISTAKE’ DAN ‘STUPID MISTAKES’

SEJARAH. Bila boleh diibaratkan alat hias diri, sejarah itu adalah cermin. Jadi wajar jika Bung Karno mengatakan, “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah.” Jika kita meninggalkan sejarah, berarti kita tak punya cermin.

Sebagaimana juga pengalaman, sejarah pun merupakan guru terbaik, ‘is the best teacher’. Tempat untuk mengambil tunjuk ajar. Wadah mengambil hikmah.

Bila seseorang tidak mau memetik hikmah dari sebuah sejarah, maka yang bersangkutan akan ditakdirkan mengulanginya.

“Mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya,” begitu kata George Santayana (1863-1952), seorang filsuf dari Spanyol-Amerika.

Sebuah pepatah lama yang senada dengan apa yang dikemukakan George Santayana adalah, “Hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.”

Pepatah tersebut tentu sudah akrab sekali di telinga kita. Meskipun belum pernah mengucapkannya, namun setidaknya pernah mendengar dan membacanya.

Pepatah tersebut merupakan tamsil, yakni seseorang yang tak bisa mengambil hikmah dari kesalahan yang sama diibaratkan sama dengan Keledai.

Pepatah ini adalah suatu ungkapan kebodohan seseorang yang tak mau mengambil hikmah dari kesalahan yang sama.

Bagi umat Islam dan sebagaimana dari hadis yang riwayat Abu Hurairah ra., Nabi Muhammad SAW., melarang kita berperilaku seperti Keledai.

Dari Nabi Muhammad SAW., beliau bersabda: “Seorang mukmin tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama dua kali.” (Shahih Muslim No. 5317).

Walau sudah banyak ‘warning’ diberikan, tapi tak sedikit orang yang mengulangi kesalahannya, dan tak sedikit bangsa yang lupa sejarahnya lalu terlibat kekacauan yang sama.

Padahal setiap kali mengulangi kesalahan yang sama, harga yang harus dibayar jauh lebih mahal. Kesalahan pertama adalah ‘learning mistake’, tetapi kesalahan kedua dan berikutnya adalah ‘stupid mistakes’.

Untuk menghindari supaya kita tidak menjadi seperti Keledai atau bahkan lebih parah, maka kita perlu terus meningkatkan kualitas komptensi diri. Mulai meningkatkan wawasan, keterampilan, dan yang paling penting ialah pola pikir kita.

“Jadikan, hari ini lebih baik dari hari kemarin,” begitu sari pati pesan Mas Adi Sutrisno, Kepala Bidang Sumber Daya Komunikasi dan Informasi (SDKI) Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis saat memberikan ‘tausiah’ ketika menjadi Pembina apel masuk kantor tadi pagi, Selasa, 18 September 2018.

Apa yang disampaikan Mas Adi Sutrisno tersebut bila “diperas”, itulah esensi dari hijrah. Dalam bahasa Palembang, kata yang dapat dijadikan sinonim kata hijrah ini adalah ‘genti tula’.

‘Genti tula’ bila dikait-kelindankan dengan “Si Hitam Manis” BM 1789 D yang sering “berulah”, seperti dikatakan Fadli Faren dan Mas Adi Sutrisno belum lama ini, maksudnya sama dengan ‘ganti baru’ alias ‘new edition’. Bukan daur ulang.

….
Take me
To the magic of the moment
On a glory night
Where the children of tomorrow dream away
In the wind of change

*****

Bengkalis, 18 September 2018

 


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar