“Perang Dingin”

Oleh: Irwan Safari (Widyaiswara Ahli Muda BKPP Kab. Bengkalis)

Employee relations, begitu Embung Zam Megasari (2016) menyebutkan dalam bukunya yang membahas lingkup hubungan antar sesama pegawai dan hubungan antara bawahan dan atasan. Jika hubungan yang terjadi antara sesama manusia yang ada dalam lingkup internal organisasi berjalan baik, maka akan memberikan dampak positif terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut. Seluruh aktivitas dalam sebuah organisasi, terlebih lagi pada instansi pemerintah yang pada hakikatnya sebagai pelayan masyarakat tidak bisa terlepas dari usaha bersama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi dengan demikian hubungan antar individu baik itu sacara horizontal (teman sejawat) ataupun vertikal (bawahan dan atasan) idealnya terbangun dengan baik dalam komunikasi yang kondusif sehingga dapat menghantarkan pada pencapaian visi dan misi organisasi yang bersangkutan secara optimal.

Namun pada kenyataannya hanya sebagian kecil organisasi atau instansi pemerintah yang bersedia menyisihkan waktu untuk mencurahkan perhatian terhadap hal ini. Organisasi atau instansi pemerintah pada kebanyakan seakan tidak ambil peduli terhadap pentingnya employee relation tersebut. Sementara itu sebuah organisasi atau instansi pemerintah terdiri dari individu-individu yang unik. Mereka berbeda antara satu dengan lainnya baik itu pengalaman, latar belakang sosial, pendidikan, sikap, gaya hidup, dan perilaku yang tentunya menjadi potensi munculnya konflik. Keberadaan konflik internal menyebabkan tidak maksimalnya pelayan sebagai wujud pencapaian visi dan misi organisasi atau instansi permerintah tersebut. 

Selanjutnya Luthans (2006) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Behavior 10th Edition” menjelaskan beberapa hal yang menjadi penyebab muculnya konflik dalam sebuah organisasi, tidak terkecuali dalam instansi pemerintah. Menurut Professor Managemen George Holmes Distinguish di University of Nebraska-Lincoln dengan gelar B.A, M.B.A, dan Ph.D yang diraihnya di University of Lowa ini, konflik dalam sebuah organisasi bisa terjadi disebabkan oleh perbedaan individu (pendirian dan perasaan), perbedeaan latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan, perubahan nilai yang cepat dan mendadak yang “dikuntum”nya dengan istilah  job stress (stres kerja); kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja.

Konflik berasal dari bahasa kerja Latin “configere” yang berarti saling memukul. Stewart & Logan (1993) menjelaskan bahwa konflik tidak selalu berkonotasi negatif berupa terjadinya baku hantam antara pihak yang berseteru. Ia menambahkan bahwa semua konflik mengandung komunikasi, meskipun tidak semua konflik berakar dari komunikasi yang buruk. Oleh sebab itu konflik juga dapat diidentifikasi sebagai “perang dingin” antara dua pihak atau lebih yang bisa saja tidak diekspresikan langsung melalui kata-kata atau tindakan amarah, akan tetapi diungkapkan dalam komunikasi nonverbal berupa raut wajah dan gerak badan yang mengekspersikan pertentangan.

Dalam konteks instansi pemerintah konflik memang tidak bisa dihindari. Rotasi atau mutasi pimpinan dan pegawai bisa terjadi kapan saja, desain dan struktur organisasi yang terus berubah, komunikasi dalam organisasi yang cendrung satu arah, dan tekanan psikis pekerjaan yang terus meningkat sudah barang tentu akan sangat menghambat pencapaian tujuan. Oleh sebab itu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa maksimal sebagimana yang diharapkan. Jangankan untuk mendapatkan pelayanan yang prima, untuk melihat seulas senyum ikhlas dari pegawai saja kadang masih terasa sangat mahal. Karena tanpa disadari konflik internal yang dialaminya terbawa kepada pihak eksternal yang membutuhkan pelayan.

Membangun organisasi atau instansi pemerintah dengan employee relations yang baik tentunya harus dilakukan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimal dengan pelayanan publik yang berkualitas dan dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Kredibilitas, kompetensi, dan karakter seorang pimpinan organisasi atau instansi pemerintah menjadi modal utama dalam membangun hubungan yang harmonis antar individu dalam sebuah organisasi tersebut bai secara horizontal maupun secara vertikal. Seorang pemimpin adalah mereka yang mampu mempengaruhi orang lain dan mengarahkannya dengan baik. Dalam hal ini, kemampuan komunikasi yang efektif menjadi tolok ukur keberhasilan kepemimpinannya. Interaksi yang kondusif antar individu dalam sebuah instansi melalui komunikasi yang baik tidak lain adalah untuk terciptanya saling pengertian, dan rasa saling menghargai. Dengan demikian tumbuhlah loyalitas, rasa damai, kerja sama, tanggung jawab, dan motivasi kerja yang tinggi untuk mencapai tujuan bersama. 


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar