Belajar Teliti: "Jangan Kirimi Kami Sampah"

JANGAN kirimi kami sampah.

Tamsil sekaligus perintah itu hampir tak pernah lalai kami sampaikan saat berbincang-bincang dengan sejawat di tempat kerja. Di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Kabupaten Bengkalis.

Begitu juga saat mengantar sebuah konsep sebuah keputusan yang sudah kami koreksi ke Bidang Sumber Daya Komunikasi dan Informasi, Rabu pagi tadi, 24 Januari 2018.

Karena sering diutarakan alias berulang-ulang, bagi yang rajin mendengar “tausiah” kami, khususnya saat Ratas (rapat terbatas) maupun apel masuk dan pulang kerja, mereka paham betul maksudnya.

Jangan kirimi kami sampah tersebut adalah perumpamaan yang kami sampaikan kepada mereka agar setiap naskah dinas, baik itu dalam bentuk surat biasa, surat perintah tugas, keputusan, nota dinas dan sebagainya yang akan kami tandatangani atau paraf, harus baik dan benar.

Baik dan benar dimaksud, selain harus sesuai Ejaaan Bahasa Indonesia (EBI), juga mesti selaras format naskah dinas dengan Peraturan Bupati Bengkalis Nomor 02 Tahun tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkalis yang diterbitkan Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Bengkalis tahun 2011.

Jika tidak, misalnya salah dalam penggunaan huruf kapital, keliru dalam menempatkan tanda baca (seperti koma) atau kurang/lebih satu huruf (untuk sebuah kata), tandantangan atau paraf yang mereka minta hanya “Bak pungguk merindukan bulan”, “Bagai menggantang asap mengukir langit”, “Laksana menegakkan benang basah”.

Memang, sampai kapan pun dan dengan dalih apa pun (misalnya mau cepat), selagi naskah dinas tersebut belum baik dan benar, tandantangan atau paraf tersebut tak akan mereka dapatkan. Tak akan kami “sign”, tak mau kami memarafnya.

Kejam. Bagi sebagian teman sejawat yang belum terbiasa, lebih-lebih mereka yang selama ini bekerja berdasarkan “budaya”, suka “copas” alias “copy paste”, aturan main yang kami terapkan tersebut terasa “zalim”.

Karena itu, lebih-lebih saat kami baru bertugas di Diskominfotik, tak jarang dalam sehari ada teman sejawat yang mesti 4 sampai 5 kali ke ruang kerja kami hanya untuk menuntaskan konsep yang dibuatnya sebelum kami tandatangani atau paraf.

Bagaimana sekarang? Alhamdulillah, meskipun masih ada yang kena “penyakit kutil” atau “kurang teliti” (begitu istilah Mas Adi Sutrisno), tapi sudah mulai berkurang. Mereka sudah kian mahir, meskipun (meminjam istilah dalam kepramukaan) baru sebatas lulus “Kursus Mahir Dasar”

JANGAN kirimi kami sampah.

Kalimat yang terdiri dari empat kata tersebut bertujuan untuk mengajak teman-teman di Diskominfotik, terlebih kami pribadi untuk meningkatkan ketelitian dalam bekerja. Khususnya dalam pembuatan naskah dinas yang dikirimkan ke luar Diskominfotik.

Sebab, suka atau tidak suka dan meskipun mungkin hanya sebuah “cermin kecil”, naskah dinas yang dikirim untuk lingkungan eksternal dimaksud merupakan salah satu visualisasi dari Perangkat Daerah ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teliti diartikan dengan cermat, seksama, dan hati-hati, sedangkan cermat diartikan dengan seksama, teliti, berhati-hati dalam mengerjakan sesuatu.

Walaupun demikian, teliti tidak identik dengan takut berlebihan dan berlama-lama dalam mengambil sikap dan keputusan. Teliti mengharuskan kejelian, kecermatan, akurasi, dan konsistensi.

Ketelitian sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan. Dalam agama Islam, bekerja dengan teliti merupakan sifat terpuji atau “akhlakul mahmudah” (akhlak terpuji).

Seperti kerab dinukil ustadz H Amrizall, H Ali Ambar, Muhammad Subli, Awal Hasibuan, Filusmanfilsuf Al Hasyimi dan Khairuddin Saleh dalam ceramah atau khotbah mereka, firman Allah SWT., yang mengingatkan tentang pentingnya ketelitian ini, diantaranya surat Al-Hujarat (49) ayat 6.

Adapun artinya; “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Mengapa Allah SWT., memerintahkan kita bersikap teliti? Karena menusia cenderung bertindak tergesa-gesa, ceroboh, dan tidak berpikir jangka panjang. Padahal, tergesa-gesa itu termasuk perilaku setan.

Mengapa kita harus teliti? Karena ketelitian merupakan pangkal keselamatan dan kemaslahatan. Sedangkan kecerobohan menjadi penyebab kegagalan, penyesalan, dan kerugian.

Mengutip Muhbib Abdul Wahab dalam sebuah tulisannya yang dipublikasikan republika.co.id sekitar 5 tahun silam; “Ketelitian merupakan salah satu aspek kecerdasan emosi yang menjadi pengendali sikap dan tindakan agar sesuai dengan nilai moral dan hukum yang berlaku, tidak menyimpang dari jalan yang benar.”

Bagi masyarakat Melayu, banyak sekali nasihat yang memberikan tunjuk ajar agar kita teliti. Misalnya, “Teliti sebelum membeli” agar tak “Bagai membeli kucing dalam karung”.

Dalam upacara perkawinan adat Melayu Bengkalis, Riau, tunjuk ajar agar kita teliti ini ada pada proses “merisik”.

Mengutip melayuonline.com, merisik adalah proses mengenali perempuan yang akan dijadikan istri. Proses ini dilakukan secara bertahap oleh pihak keluarga laki-laki.

Caranya dengan mengirim orangtua laki-laki atau utusan untuk mencari informasi tentang calon istri, menyangkut tingkah lakunya, kemampuannya mengurus rumah tangga, perangai terhadap orangtua, tetangga, dan masyarakat.

Satu hal yang terpenting adalah menanyakan apakah anak perempuan tersebut sudah ditanggam atau dipinang, atau sudah mengikat janji dengan orang lain. Jika sudah, kedatangan keluarga laki-laki hanya untuk menjalin persaudaraan. Merisik dilakukan setelah mendengar kabar dari calon suami bahwa ada gadis yang menjadi idaman hatinya. Merisik juga dilakukan oleh keluarga perempuan untuk menyelidiki calon pengantin laki-laki.

Lantas bagaimana supaya terbiasa teliti atau cermat dalam sesuatu? Menurut sebuah literatur, lakukanlah beberapa hal berikut ini. Yaitu, biasakan rapih dan teratur dalam mengerjakan sesuatu, dan jangan mudah terpengaruh orang lain.

Selanjutnya, lakukanlah “check and recheck” (“tabayyun” atau klarifikasi) sebelum memutuskan suatu masalah, sebaiknya hati-hati dalam segala hal, percayalah kepada diri sendiri atau “self confidence”, dan biasakan menyenangi keteraturan dan ketertiban.

Terakhir, meskipun kami bukan peneliti dan juga masih kerab teledor sesuai kodrat manusia yang cenderung bersifat tergesa-gesa, tapi rasanya tak salah bila kami mengajak bahwa sudah saatnya kita selalu dan terus belajar teliti.

Sebab, jika sikap teliti menjadi jati diri dan budaya dalam setiap aspek kehidupan, niscaya kita tidak mudah terkena fitnah sekaligus tidak gampang memfitnah orang lain. Dan, belajar untuk menjadi orang yang teliti tidaklah sulit selama kita selalu “positive thinking” atau berpikir positif.

Dan yang tak kalah penting, kita harus selalu melihat ke depan dengan penuh optimistis, karena Paul Wilhelm von Keppler, “Orang-orang yang optimis tidak menunggu terjadinya perbaikan, mereka mewujudkan perbaikan itu.”

Perbaikan yang diwujudkan nan dimaksud Paul Wilhelm von Keppler itu, tentu juga termasuk perbaikan dari sikap suka teledor menjadi kian hari semakin teliti. Dan kita bisa untuk itu. Sebab, kata sebuah peribahasa, “Sehari selembar benar, setahun selembar kain.”

Semoga!

Wallahu a'lam bishawab! *****

Bengkalis, Negeri Junjungan
Rabu, 24 Januari 2018

Foto: Internet.

Note:
Belajar Teliti: “Jangan Kirimi Kami Sampah” ini, secara khusus kami tulis buat teman sejawat di Diskominfotik, agar kian hari semakin teliti dan bertambah gemar membaca!

 


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar