Pesan Tersirat Almarhum Ebak (Ayah) Lewat Pohon Pisang

Usai sholat subuh, setiap kali membuka jendela di kediaman yang menghadap ke arah matahari terbit, dan seperti juga subuh tadi, pohon pisang yang ada di seberang jalan itu pasti dan pertama kali terlihat.

Di Bengkalis, pisang yang beberapa pokok (batang) tengah berbuah adalah pisang Lemak Manis. Namun di kampung kelahiran kami (Sumatera Selatan) namanya pisang Gadis. Mengapa dinamai pisang Gadis? Setakat ini kami belum punya referensi. Masih “blank”.

Bila melihat pisang itu, kami selalu teringat almarhum (Alm) Ebak (Ayah) yang menghadap Ilahi tahun 2016 lalu. Karena meskipun sudah merupakan “turunan” kesekian, kami ingat betul, beliaulah yang kali pertama menanamnya. Seingat kami, “generasi pertama” pisang itu ditanam beliau tahun 2006 atau 2017. Sekitar 12 atau 11 tahun silam.

Sejak beliau mudik tahun 2008 atau sekitar 3,5 sampai 4 tahun bersama kami di Bengkalis, setiap kali pulang melepas rindu ke tanah kelahiran, pisang itu selalu ditanyakannya. Tentunya setelah menanyakan kabar orang-rang yang pernah dikenalnya serta jiran tetangga di sekitar kediaman.

Hari ini, Ahad, 28 Januari 2018. Atau sekitar 9 tahun setelah beliau mudik atau kurang lebih 1,5 tahun beliau wafat, kami baru bisa “menangkap” pesan “tersirat” di balik pisang yang ditanam beliau di tanah yang hingga kini masih kosong tersebut.

Sebelum kami sampaikan pesan “tersirat” Alm Ebak lewat pisang itu, ini ada sedikit informasi tentang tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae ini. Tumbuhan yang dalam bahasa Inggris disebut “banana”.

Pisang termasuk buah paling populer di dunia saat ini. Asal pisang diperkirakan dari Asia Tenggara. Awalnya merupakan tumbuhan liar. Budidaya pisang diyakini pertama kali dilakukan di Papua Nugini (Papua New Guinea)

Orang Amerika Serikat tak mengenal pisang sampai tahun 1870. Pisang diperkenalkan kepada masyarakat Negeri Paman Sam hampir pada saat bersamaan oleh dua orang berbeda. Yaitu, Lorenzo Dow Baker dan Minor Keith.

Pisang merupakan buah yang relatif murah harganya, lezat serta kaya berbagai nutrisi. Pisang sanggup “supply” tenaga yang luar biasa tanpa makan besar. Karena itu, sejumlah negara di benua Eropa yang tak bisa memproduksi pisang, rela mengimpornya dari negara tropis untuk dikonsumsi sehari-hari. Tersebab itu pula, sejumlah atlit kerab kita lihat makan pisang saat mengikuti sebuah pertandingan.

Berbicara soal budidaya, China adalah negara pertama yang melakukannya secara terorganisir. Namun saat ini (data tahun 2017), China bukan negara produsen pisang terbesar di dunia. Hanya di posisi ketiga. Produksi pisang di negara berpenduduk terbesar sedunia ini, sebanyak 10,7 ton per tahun.

Negara dengan produksi pisang terbesar adalah negara SRK alias Shahrukh Khan. Saat ini, India memang tak cuma berstatus sebagai penghasil film, tetapi juga andal dalam urusan memproduksi pisang. Produksi pisang di negara Pusarla Venkata Sindhu (atlit bulu tangkis putri) ini, 29,7 ton per tahunnya.

Lantai bagaimana dengan Indonesia? Mungkin lantaran banyak warganya yang fans berat Cristiano Ronaldo, pemain Real Madrid FC asal Portugal dengan nomor punggung 7 tersebut, produksi pisang Indonesia hanya di peringkat ke-7. Hanya 6,1 ton per tahun.

Meskipun daratannya mencapai 1.904.569 km persegi, produksi pisang Indonesia yang, masih kalah dengan Filipina yang daratannya hanya 298.170 km persegi. Filipina berada di peringkat keempat dalam urusan produksi pisang.

Satu hal lagi yang rasanya tak salah diketahui, warna kulit buah tumbuhan berbatang semu yang saat ini dibudidayakan di 170 negara, awalnya merah dan hijau. Pisang pada masa kini merupakan hasil mutasi (perubahan genetik) yang dilakukan Jean Francois Poujot tahun 1836 di Jamaika.

Kembali ke pesan “tersirat” yang ingin disampaikan Alm Ebak melalui pisang yang selalu kami lihat ketika menyingkap jendela seperti kami tulis di awal.

Pisang adalah tanaman yang dapat tumbuh dimana saja. Berbuah tanpa musim. Kita pun juga harus demikian. Selagi menjunjung tinggi tunjuk ajar “dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, kita dapat hidup dimana saja di bumi Allah SWT., ini. Kapan dan dimana pun berada, kita hendaknya juga dapat memberikan “warna” atau karya yang dapat dinikmati orang lain.

Pisang merupakan tumbuhan tangguh. Meskipun ditebang beberapa kali (sebelum berbuah), ia akan tetap tumbuh dan tumbuh lagi. Tetap akan berbuah. Ini mengajarkan, meskipun jatuh atau dijatuhkan, gagal berulang kali, kita harus tetap bangkit dan bangkit kembali untuk meraih sukses.

Pohon pisang tak mau mati sebelum berbuah. Pisang juga tak mau mati sebelum melahirkan tunas-tunasnya (regenerasi). Artinya, pisang memberikan gambaran yang baik mengenai alih generasi (suksesi) maupun “transfer of knowledge” dan “transfer of learning”.

Pisang tumbuhan yang tak pendendam. Meskipun ditebas berulang kali, pisang tak pernah menyuruh tunas-tunasnya berbuah pahit atau beracun. Ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang pemaaf. Tidak pendendam apalagi mewariskan dendam. Tak boleh ada “dendam tak sudah”.

Pisang dimanapun tumbuh ia berbuah manis. Tak pahit. Selain tentang konsistensi atau “istiqomah”, pisang mengajarkan kita untuk selalu memberikan manfaat terbaik bagi orang lain. Senantiasa berbuat positif dimana pun berada. Tentu sesuai kemampuan atau kompetensi yang dimiliki.

Di tanah yang subur atau tidak, pisang tetap berjuang keras untuk tumbuh demi menghasilkan buah yang dapat dinikmati makhluk yang lain. Ia mengajarkan, dimana pun kita berada, ditempat yang “basah” atau “kering”, supaya selalu meninggalkan kesan atau sesuatu yang baik buat orang lain.

Buah pisang, meskipun masih muda, tetap bisa dimakan, seperti direbus atau dibuat keripik. Sedangkan bila sudah terlalu masak, bisa dibuat gorengan (godok-godok). Ini mengajarkan bahwa usia tak boleh dijadikan dalih yang membatasi kita untuk tidak berbuat kebaikan, tidak menghasilkan karya yang baik.

Seperti disinggung di atas, pisang adalah buah kaya nutrisi, dibudidayakan di 170 negara, di impor negara yang tak bisa memproduksinya dan termasuk salah satu buah yang populer berbagai belahan di dunia. Ini mengajarkan bahwa hanya dengan keunggulan yang dimiliki kita bakal dikenal, hargai dan dibutuhkan orang lain.

Pisang awalnya adalah tumbuhan liar, namun kini bernilai ekonomis tinggi melalui budidaya. Ini mengajarkan, untuk dapat bermanfaat bagi orang lain atau lingkungan, kita harus merubah perilaku dari “liar” menjadi berbudi, berdaya dan berhasil guna. Tidak semau gue, berbuat sesuka hati.

Pisang bisa tumbuh dan berbuah manis tanpa perawatan khusus. Dalam semak samun pun, pisang bisa tetap bertahan hidup. Ini mengajarkan agar kita mandiri, berinisiatif dan kreatif bila ingin menghasilkan sesuatu yang “manis”. Bila ingin bertahan hidup.

Melalui batang semunya (pseudostem), pisang mengajarkan kita arti penting persatuan dan kesatuan atau semangat kebersamaan. Dengan senantiasa bergotong-royong, bahu membahu kia akan menjadi kuat dan buah manis akan dapat dihasilkan. Bersama-sama di sini tentu dalam pengertian “amar ma’ruf nahi munkar”. Bukan sebaliknya.

Melalui jantungnya, pisang mengajarkan kita untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam hidup ini. Sebab, selain dapat dijadikan makanan (seperti satur; gulai), jantung pisang dapat menjadi obat berbagai penyakit.

Menurut sejumlah literatur, selain dapat meningkatkan prosuksi ASI (Air Susu Ibu), jantung pisang bermanfaat mencegah gejala stroke, menghindari dari kolesterol , menyehatkan perut, menurunkan kadar gula, menurunkan berat badan, dan melancarkan siklus darah.

Kemudian, menghindarkan dari resiko kanker, anti penuaan, mengobati gondok, menyembuhkan luka, meningkatkan produksi eritrosit, mengontrol menstruasi, mengurangi stres, mengobati malaria dan diare (menceret, berak-berak).

Daun pisang juga banyak manfaatnya. Selain dapat dipakai sebagai pengganti payung di kala hujan, daun pisang banyak digunakan sebagai “pemersatu”. Menjadi pembungkus berbagai juadah maupun barang-barang lainnya lainnya ketika kita berbelanja di pasar. Melalui daunnya ini, pisang diantaranya mengajarkan kita untuk menjadi alat pemersatu, sebagai perekat, bukan pemecah belah.

Melalui daunnya juga, pisang mengajarkan kita untuk memiliki pendirian, agar tidak mudah terombang ambing seperti saat daunnya ditiup angin yang melambai ke sana ke mari.

Lewat daunnya juga, pisang mengajarkan kita untuk dapat “menghidupi” makhluk lain. Sebagaimana kita ketahui, , daun pisang merupakan salah satu tempat ulat bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Melalui getahnya yang sulit dihilangkan (seperti bila mengenai pakaian), pisang memberikan pembelajaran agar kita senantiasa berbuat baik bila ingin dikenang orang lain.

Masih melalui getahnya yang sulit dihilangkan, pisang juga memberikan tunjuk ajar agar kita senantiasa berhati-hati alias mawas diri dalam melakukan sesuatu, bila tak ingin kena “getahnya”.

Sepokok pisang memang banyak faedahnya. Mungkin karena banyak manfaatnya itulah pisang termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan yang banyak digunakan dalam peribahasa.

Peribahasa dimaksud, diantaranya, dalam hidup ini kita jangan sampai “Bagai pucuk pisang didiang” (lemah sekali), tapi harus jadi “Bukan budak makan pisang” (orang yang dapat dipermainkan/ditipu)

Kepada orang yang pandai, kita harus berguru, menuntut ilmu. Bukan justru sebaliknya. Sungsang itu namanya. Hal ini ditamsilkan dalam peribahasa; “Orang tua diajar makan pisang”.

Selanjutnya, dalam hidup ini kita tak boleh iri, dengki, iri hati, hasad, atau hasut terhadap siapapun yang bisa mendapat keuntungan banyak dengan mudah . Pasalnya, dalam hidup ini Allah SWT., sudah menentukan ada orang-orang yang demikian. Hal ini ditamsilkan dalam peribahasa; “Mendapat pisang berkubak”.

Dan yang tak kalah penting, kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikannya. Lebih-lebih atas nasib baik yang saat ini diberikannya, apapun wujudnya. Bersyukur dimaksud tentu bukan dalam arti sempit. Sebab, pesan pisang; “Pisang tak berbuah dua kali” (nasib baik biasanya hanya ditemui satu kali).

Pisang memang merupakan salah satu tumbuhan yang “banyah berbuah pelajaran”. Buah manis yang dapat dipetik, bahwa dalam keadaan seperti apapun, kita harus bermanfaat bagi makhluk yang lain. Tentunya, sesuai dengan kemampuan atau posisi yang dimiliki.

Oleh sebab itu, selagi bisa, selagi mampu berbuatlah yang positif, yang terbaik, yang manis, kapan dan dimanapun kita berada. Inshaa Allah, semua orang yang bertindak demikian, akan membawa manfaat bagi orang lain. Baik itu “direct” (langsung) maupun “indirect” (tak langsung).
Pesan dari Imam Syafi’i : “Jadilah kamu pribadi yang unik. Menangis saat engkau hadir di dunia, meski orang lain tertawa. Dan engkau tersenyum saat meninggalkan dunia, meski orang-orang menangisi kepergianmu.” Iya kan Pak ustadz H Amrizal, H Ali Ambar, Awal Hasibuan, Muhammad Subli, Filusmanfilsuf Al Hasyimi dan Khairuddin Saleh?

Mungkin itulah pesan “tersirat” dari pisang yang ditanam Alm Ebak. Pisang yang dahulu tak lupa ditanyakan beliau setiap kami pulang mudik ke tanah kelahiran. Pisang yang setiap hari berulang kali kami lihat jika berada di “rumah kita berdua”.

Pesan yang tentunya harus dan sebisa mungkin kami tunaikan. Lebih-lebih saat ini kami memang tercatat sebagai warga Gang Pisang, Desa Senggoro, Kecamatan Bengkalis. Begitu pula hendaknya untuk seluruh warga Gang Pisang dan kita semua tanpa terkecuali.

Demikianlah yang dapat kami tuliskan tentang pisang hari ini. Semoga kita lebih memahami lagi tentang kehidupan ini, terus menebar manfaat bagi sesama.

Kemudian, senantiasa selalu ingat, bahwa Allah SWT., tidak hanya mengajari manusia lewat kitab sucinya saja. Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, juga mengajari makhluknya lewat alam yang juga ciptaan-Nya.

Terima kasih bagi yang telah meluangkan waktu membacanya sampai tuntas.

Semoga bermanfaat! Aamiin ya rabbal alamin!

Wallahu a’alam bisawab!*****

Bengkalis, Negeri Junjungan
Negerimu, Negeriku, Negeri Kita tercinta.

 


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar