Katakan Tidak Pada ‘Hoax’ Dengan Tabayyun

TABAYYUN. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), baik cetak maupun daring (online), kata tabayyun tak ditemukan. Tak percaya, silahkan buktikan dengan mata kepala sendiri.

Meskipun tak ada, dalam keseharian tak sedikit orang Indonesia yang sering menggunakannya. Lebih-lebih orang-orang seperti ustadz H Amrizal, H Ali Ambar, Muhammad Subli, Awal Hasibuan, Filusmanfilsuf Al Hasyimi dan Khairuddin Saleh.

Walau dalam KBBI kata Tabayyun tak ada, tapi sinonim bisa ditemukan. Yaitu klarifikasi yang bermakna penjernihan, penjelasan, dan pengembalian kepada apa yang sebenarnya (tentang karya ilmiah dan sebagainya).

Sedangkan kalau meminjam istilah salah satu acara infotainment di salah satu televisi nasional yang mulai tayang tahun 1997 (episode pertama 1 Agustus 1997), tabbayun ini adalah ‘cek & ricek’.

Menurut sebuah referensi, pengertian tabayyun dibedakan menjadi dua. Yakni, yaitu pengertian secara bahasa dan istilah. Secara bahasa tabayyun artinya mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya.

Sementara secara istilah, yaitu meneliti dan menyeleksi suatu berita, tidak secara tergesa-gesa dalam memutuskan suatu permasalahan baik dalam perkara hukum, kebijakan dan sebaginya hingga sampai jelas benar permasalahnnya.

Kalau tidak salah dan sekedar bernostalgia (karena pernah hidup di habitat ini), di dunia jurnalistik (kode etik wartawan), kata tabayyun ini diantaranya termaktub dalam kalimat ‘menghasilkan berita yang akurat’; ‘selalu menguji informasi; ‘tidak memuat berita bohong atau fitnah’; dan ‘tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka’.

Bagaimana kalau mereka menyiarkan berita yang keliru dan tidak akurat? Dalam landasan moral dan etika profesi para jurnalis tersebut, maka berita tersebut segera dicabut, diralat, dan diperbaiki disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Benar tidaknya ingatkan kami itu, sebaiknya kita colek Pak H Dheni Kurnia, Denny Winson, Zufra Irwan, Alzamret Malik, Usman Malik, Taufik, Adi Sutrisno dan Aji Santoso.

Mengapa harus tabayyun sebelum menyebarkan atau menanggapi sebuah berita atau informasi? Tentunya karena berita yang kita terima, baik itu melalui mata maupun telinga, tidak semuanya benar. Meminjam istilah ‘zaman now’, bisa jadi itu informasi ‘hoax’ atau bohong alias berita sampah.

Mengapa harus tabayyun sebelum menyebarkan atau menanggapi sebuah berita atau informasi? Karena menurut akidah yang kami yakini, tabayyun itu merupakan salah satu akhlak mulia. Dengan tabayyun, seseorang akan terhindar dari permusuhan. Dengan tabayyun hidup seseorang akan menjadi lebih indah. Terjauhkan dari sikap iri.

Allah SWT., bahkan memerintahkan agar selalu bertabayyun dalam mencari kebenaran dari apa yang telah kita dengar, karena memang disitulah setan dengan liciknya menggoda iman kita untuk langsung menghakimi seseorang bersalah tanpa bertanya tentang kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini tentu sangat mengkahwatirkan terutama ketika kita bermasyarakat atau bersosial pada umumnya.

Seperti firman-Nya dalam surat Al Hujurat ayat 6, yang artinya: “Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”

Di ‘zaman now’, dimana informasi ‘hoax’ dengan mudah berseliweran melalui berbagai media, dimana fitnah sudah menjadi sebuah komoditas yang menggiurkan, dimana bergunjing dan saling caki maki sudah menjadi merupakan sesuatu yang nikmat untuk dilaksanakan, sikap tabayyun sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk dikerjakan. Jika tidak, maka kita dengan mudah akan termasuk pada kelompok yang suka mengumbar fitnah.

“Caci maki dan fitnah sama sekali bukanlah argumentasi dan jauh dari akhlak Islami,” begitu kata seorang adalah seorang Kiyai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim kelahiran Rembang, Jawa Tengah, pada 10 Agustus 1944, Achmad Mustafa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus.

Sedangkan Rasulullah SAW., bersabda, “Tidak masuk surga orang yang suka menyebarkan fitnah,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semoga bermanfaat bagi kita semua dan menjadikan kita lebih mawas diri akan informasi yang kita terima. Jika dirasa ada faedahnya, jika setetes mohon dilautkan, bila sejengkal mohon dipanjangkan, seandainya segumpal mohon digunungkan. Silahkan ‘share’ tulisan pendek ini.

Tabayyun memang adalah cara terbaik untuk memerangi dan mengatakan tidak pada berita ‘hoax’.

Terima Kasih.

Wallahu a'lam bishawab! *****

Bengkalis, Negeri Junjungan
Kamis, 18 Januari 2018


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar