Memetik Pelajaran Dari Sebuah Food Chain

DALAM pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (Biologi), ada salah satu istilah yang sampai saat ini masih kami ingat. Yaitu rantai makanan (food chain).

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan (produsen) melalui seri organisme atau melalui jenjang makan. Rantai makanan merupakan bagian dari jaring-jaring makanan, di mana rantai makanan bergerak secara linear dari produsen ke konsumen teratas.

Panjang rantai makanan ditentukan dari seberapa banyak titik yang menghubungkan antar tingkatan trofik (klasifikasi organisme berdasarkan divisi di dalam piramida makanan).

Dalam rantai makanan, pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial kimia hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan umumnya terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.

Rantai makanan pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Arab Al-Jahiz pada abad ke-9, yang lalu dipopulerkan kembali oleh Charles Sutherland Elton pada tahun 1927.

Dalam rantai makan dikenal beberapa jenis konsumen, yaitu konsumen tingkat 1 (primary consumer), konsumen tingkat 2 (secondary consumer), konsumen tingkat 3 (tertiary consumer) dan konsumen tingkat 4 (final consumer).

Primary consumer adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan atau enegi langsung dari produsen. Contohnya (dalam gambar) Belalang (Grasshopper). Belalang adalah konsumen tingkat 1, karena Belalang mendapatkan energi langsung dari tumbuhan yang dimakannya, yakni rumput (grass).

Secondary consumer adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari atau berupa konsumen tingkat 1. Contohnya Katak/Kodok (Frog). Katak/Kodok (bukan Cebong) adalah konsumen tingkat 2 karena mendapatkan makanan berupa primary consumer (dalam hal ini Belalang).

Tertiary consumer adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari atau berupa secondary consumer. Contohnya Ular (Snake). Ular adalah tertiary consumer karena mendapatkan makanan yang berupa secondary, yakni Katak/Kodok.

Final consumer adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari atau berupa konsumen tingkat tertiary. Dalam gambar, contoh final consumer adalah Hawk (Elang).
Dalam sebuah food chain dan untuk menjaga kesimbangan ekosistem, kuantitas konsumen dalam setiap tingkatan harus berbanding terbalik dengan angka yang menunjukkan tingkatan konsumen tersebut. Jjumlah konsumen tingkat 1 harus selebih besar dari konsumen tingkat 2 dan seterusnya.

Tentunya juga, produsen harus lebih besar dari konsumen tingkat pertama. Tak boleh sungsang. Sebab, jika produsen jumlahnya lebih kecil dari konsumen tingkat 1 misalnya, maka bukan hanya kelangsung hidup konsumen tingkat 1 yang terganggu, tetapi juga konsumen pada tingkatan-tingkatan selanjutnya. Akibat yang lebih besar, keseimbangan ekosistem juga terganggu.

Memang, dalam hidup ini, apapun yang terjadi tetap ada penyebabnya. Tak ada sebab tanpa akibat, dan tak ada akibat tanpa sebab, terlepas kita mengetahuinya atau tidak.

“Orang yang kuat percaya pada asas sebab dan akibat,” begitu kata penyair dan filsuf dari Amerika Serikat, Ralph Waldo Emerson (1803-1882).

Tentunya, orang tersebut akan semakin smart (cerdas) bila dia dapat menemukan penyebab utama dari sesuatu yang terjadi (akibat). Untuk sampai ke ‘level’ ini, maka salah satu persyaratan mesti dimiliki adalah harus punya kemampuan berpikir linier (jernih). Bukan Sepotong atau Sepahat. Cara berpikir inilah yang juga diajarkan dengan adanya rantai makanan dalam ekosistem.

Memang dan sebagaimana dikemukakan Indah Hanaco, penulis novel ‘Meragu: Ketika Cinta Tak Cukup dengan Setia’; “Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya dari apa yang tampak sekilas.”

Ironisnya, hari ini, selain lupa akan pelajaran Biologi, khususnya tentang rantai makanan, rasanya tak sedikit pula orang yang belum pernah membaca apa yang dituliskan Indah Hanaco tersebut.

Akibatnya, ‘kabar dibawa Pikat dan Langau’, langsung dijadikannya referensi pertama dan utama dalam membuat sebuah kesimpulan. Meskipun tidak dilahirkan sungsang, mereka cenderung mengawali penulisan sebuah makalah dari kesimpulan, bukan dari latar belakang.

Apa dan bagaimana isi makalah tersebut? Kalau kita sudah tahu jawabannya, makalah itu jangan dibaca apa lagi percaya isinya. Sebab, sebagaimana pesan yang kerab dikutip dan disampaikan ustadz H Amrizal, H Ali Ambar, Muhammad Subli, Awal Hasibuan atau Filusmanfilsuf Al Hasyimi, dalam banyak kesempatan; "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.

Wallahu'alam bishawab. *****

Bengkalis, Ahad, 7 Januari 2018


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar