JANGAN BERMENTAL OPAK

KERUPUK.

Tadi, kami pulang kerja sekitar pukul 19.00 WIB.

Sebelum pulang, Pak Udin, begitu kami akrab memanggil salah seorang penentu aman tidaknya Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kabupaten Bengkalis, ke ruang kerjanya kami.

“Kerupuk, Pak! Tapi masih mentah”, ujar Syahrudin, begitu nama lengkapnya, seraya meletakkan hampir satu kresek hitam kerupuk di atas meja kerja kami.

“Terima kasih banyakI”, jawab kami atas pemberiannya itu.

Kerupuk.

Kerupuk adalah makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah dikukus disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak, dijemur agar mudah digoreng.

Salah satu kerupuk yang terkenal adalah Kerupuk Palembang.

Setahu kami, selain orang Palembang (Sumatera Selatan), penduduk Jakarta juga banyak doyan makan dengan kerupuk sebagai lauk tambahan.

Kerupuk memang makanan yang cukup renyah dan gurih. Enak jadikan lauk tambahan.

Namun, makanan yang satu ini memiliki satu kekurangan yang luar biasa.

Kerupuk tak boleh terkena angin. Apalagi air. Mesti disimpan di tempat yang kedap, baik udara dan/atau air.

Bila kena angin dan lebih-lebih air, kerupuk melempem. Menjadi lembek.

Karenanya, walaupun tak ada pantang larang suka makan dengan lauk tambahan kerupuk, tapi siapapun kita tak boleh bermental kerupuk.

Lebih-lebih umat Islam. Tegaknya Islam di zaman Rasulullah saw dan sahabat karena mental mereka adalah mental baja. Bukan mental opak.

Mental kerupuk atau mental opak, adalah mental yang mudah patah. Gampang hancur. Lekas sekali berburai. Tidak sulit remuk.

Siapa yang mudah melempem? Punya mental kerupuk atau mental opak?

Kalau dari definisi melempem, pemilik mental kerupuk ini orangnya tak giat bekerja. Tak semangat, tak bergairah, tak bernafsu dalam bekerja.

Pemilik mental opak itu biasanya mudah menyerah. Tak kenal ungkapan 'maju terus pantang mundur'.

Pemilik mental kerupuk ini mudah mengeluh dengan keterbatasan.

Keterbatasan, bagi mereka yang bermental opak, akan menjauhkan, bukan membuat dirinya kreatif.

Keterbatasan, bagi mereka yang bermental kerupuk, tak pernah menjadi cambuk atau pelecut untuk melakukan apapun yang dijalani dengan optimal. Justru membuatnya surut ke belakang.

Siapapun kita jangan bermental kerupuk. Karena mental opak adalah milik para pecundang.

Meminjam kata-kata Bung Karno, para pecuncang adalah mereka yang ‘meninggalkan sejarah'.

Atau lebih parah lagi, mungkin boleh dikatakan buta akan sejarah. Tak tahu asal muasal kejadian dirinya sendiri.

Tak tahu makna peribahasa 'Sekali layar terkembang berpantang surut ke belakang'. 

Dulu, saat kuliah di Program Studi Biologi FKIP Universitas Riau, selain ada mata kuliah Reproduksi, juga ada mata kuliah Kolokium. Masing-masing di semester IV dan VI.

Sedangkan di semester VII, hanya satu mata kuliah yang kami ambil: Skripsi. Sementara di semester VIII dan karena keterbatasan ekonomi orang tua, kami sudah berstatus alumni pemilik sah ijazah Akta IV.

Ketika mengambil mata kuliah Kolokium (seminar) yang bobotnya 3 SKS (Satuan Kredit Semester), kami membahas tentang spermatozoid atau sperma.

Sperma terdapat dalam semen atau air mani yang berwarna putih. Sperma ukurannya sangat kecil. Hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Tak bisa dengan mata telanjang seperti melihat Superman.

Proses pembentukan sperma disebut spermatogenesis.

Setiap hari lebih dari 300 juta sperma yang diproduksi di tubulus seminiferus di dalam testis.

Dari jumlah tersebut, hanya ada sekitar 100 juta sel sperma yang berhasil matang dengan sempurna pada proses akhir.

Dan, dari jumlah sperma yang ratusan juta itu, hanya satu yang berhasil membuahi ovum atau sel telur.

Itulah sperma yang berhasil memenangkan persaingan dengan sperma-sperma yang lainnya.

Tentu, sperma yang menjadi pemenang ini adalah sperma yang progresif. Bukan sperma non progresif, dan tidak bergerak

Artinya, fakta dan juga sejarah membuktikan, siapapun yang hingga detik ini masih menghirup udara, dilahirkan dari sang pemenang. 

Lantas, kenapa sekarang orang mudah menyerah?

Mengapa ada orang yang bermental kerupuk? Bermental pecundang?

Jawabnya, tentu tak tahu fakta. Dia meninggalkan sejarahnya sendiri.

Ingin berhasil? Ubahlah sekarang juga. Ganti watak kerupuk dengan mental baja. 

“Taklukkan dunia, jadilah bintang”, begitu 4 (empat) kata lirik terakhir lagu ‘Jadilah Bintang’ dalam video di bawah ini.

Lirik lagu yang hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang bermental baja. Bukan bermental kerupuk atau bermental opak.

Walau tahu kerupuk, tapi sayangnya generasi milineal sekarang banyak yang tak tahu apa itu opak?

Yang mereka tahu justru 'koplak' dan sebagian malah berperilaku demikian.

Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-91 tahun 2019. Bersatu Kita Maju. Majulah dengan mental baja, bukan mental manja. #####

Bengkalis, 24 Oktober 2019


Opini Lainnya

Tulis Komentar