CERDIK TAK MEMBUANG KAWAN

CERDIK tak membuang kawan, gemuk tak membuang lemak.

Peribahasa itu dituliskan Azka@Ajeng di grup WhatsApp (WA) internal Diskominfotik Kabupaten Bengkalis.

Pemilik Nomor+62 852-xxxx-7147 itu menuliskannya pukul 08.34 WIB. Kemarin, Kamis, 3 Oktober 2019.

Adapun artinya adalah, “Tidak hanya mengingat kepentingan diri sendiri”.

Sedangkan lawan antonimnya adalah “Gemuk membuang lemak, cerdik membuang kawan”.

Maknanya, “Sesudah kaya atau berpangkat tak mau menolong atau bergaul dengan keluarga atau kerabatnya dulu”.

Jangan Ego, itulah sari pati bila peribahasa yang ditulis Azka@Ajeng itu diperas.

Manusia itu merupakan makhluk yang egois. Jadi, siapa pun kita pasti memiliki ego.

Ego adalah bagian dari identitas yang kita bangun sendiri.

Selama ini, bila kita mendengar kata egois, ada kecenderungan berkonotasi negatif.

Pada hal tak semua sifat egois itu buruk. Ada juga yang positif.

Contoh sifat egois yang baik itu misalnya, tak senang melihat segala sesuatu yang tak elok.

Atau, sekali layar terkembang pantang suruk ke belakang dalam berusaha walau kerap mengalami keberhasilan yang tertunda.

Lainnya, suka membantah untuk sesuatu yang tak bagus dan berdampak jelek.

Sedangkan sifat egois yang tak bagus, seperti memuaskan diri sendiri dengan merugikan orang lain.

Atau, kerab membantah bila diberi nasihat yang baik.

Sifat egois yang negatif akan memberikan dampak seperti permusuhan, pertengkaran, dan pasti akan ditinggalkan oleh orang-orang terdekat serta lingkungan

Sedangkan sifat egois yang positif akan memiliki pengaruh kuat terhadap kesuksesan, munculnya kasih sayang, kepedulian terhadap orang lain dan kepekaan dengan lingkungan sekitar.

Sebagai orang yang memiliki kebebasan, kita berhak untuk memilih.

Memilih bersama peribahasa “Cerdik tak membuang kawan, gemuk tak membuang lemak”, atau “Gemuk membuang lemak, cerdik membuang kawan”.

Namun, sebelum menentukan, tak ada salahnya dan ada baiknya jika kita hayati sebuah kalimat bijak yang ditulis Maggie Tiojakin.

Maggie Tiojakin merupakan seorang penulis dan jurnalis Indonesia kelahira Jakarta, 10 Maret 1980.

Sebagai seorang jurnalis, tulisannya telah dimuat di The Jakarta Post, Boston Globe, Asian News Network, dan Somerville News.

Apa kata Maggie Tiojakin, “Sesungguhnya, harga diri yang tertinggi adalah jika kita tidak punya harga diri atau ego.”

Tentu yang dimaksudkan Maggie Tiojakin adalah, tidak membuang lemak walau gemuk, tak membuang kawan meskipun cerdik.

Memang, ego adalah sebuah karunia Allah SWT.

Tujuan diberikan ego kepada kita untuk mengangkat harkat dan martabat kita dan juga sesama.

Ego sangat berperan untuk menunjukkan rasa solidaritas sosial dan mempertahankan rasa percaya diri.

Namun, ego negatif yang dibiarkan liar, tak terkendali dan berlebihan akan membawa dampak negatif.

Dampak yang negatif tersebut bukan saja berimbas kepada diri sendiri, tetapi juga kepada realita relasi kemanusiaan kita.

Jadi, jangan biarkan ego negatif yang kita miliki menjadi binal. Menjadi bengal. Harus dikendalikan. Bukan dijadikan perisai untuk mempertahankan harga diri.

"Berbuat kebaikan itu bagaikan guyuran hujan di kala kemarau, segarnya bisa dirasakan oleh semua orang. Namun berbuat keburukan laksana menancapkan sebuah paku pada sebatang kayu, walau sudah dicabut, tapi bekasnya akan selalu ada", begitu kata sebuah petuah lama, berpesan. ####

Bengkalis, 6 Oktober 2019


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar