MEMBALAS KEBURUKAN DENGAN KEBAIKAN

BAIK DAN BURUK.

Seperti hitam dan putih. Baik dan buruk pun begitu.

Keduanya sangat diperlukan. Harus selalu ada di waktu dan tempat yang sama.

Baik dan buruk itu barat dua sisi mata uang. Tanpa sisi yang satu, uang tak bakal laku. Tak bernilai. Tak berharga.

Bila hanya satu sisi, uang tak bisa dibelanjakan siapa pun, kapan pun, dimana pun, dan untuk keperluan apa pun.

Tanpa sisi yang lain, uang pun tak bisa dijadikan mahar; uang hantaran belanja.

Yakinlah, tak akan ada calon mertua bakal mau mahar uang yang demikian, meskipun diberi satu container penuh.

Baik dan buruk adalah cermin.

Tanpa tahu yang buruk, kita tak akan mengerti yang baik.

Sebaliknya, tanpa kenal yang baik, kita tak akan paham yang buruk.

Baik dan buruk juga ada dalam diri setiap orang.

Siapa pun kita, pasti punya sisi baik maupun sisi buruk. Tak ada orang yang tak punya cacat.

Entah itu Kadus, Kades maupun Kadis, pastinya punya “kadas” atau “kudis”. Punya kekurangan di dalam kelebihan yang dititipkan padanya. Memiliki kelebihan di atas kekurangannya.

Esensi penciptaan manusia memang demikian. Tak ada seorang pun yang lengkap; yang komplet.

Sebab, kesempurnaan itu memang hanya milik Yang Di Atas; Allah SWT. Dialah Yang Maha Sempurna.

Menurut sebuah referensi, dalam Islam, baik dan buruk menjadi ajaran pokok. Menjadi tujuan utama. Merupakan perintah wajib bagi kaum muslimin. Amar ma’ruf nahi munkar.

Amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah.

Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman ayat 17, yang artinya: ”Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” 

Baik dan buruk.

Di mata orang lain, baik atau buruk akan selalu menjadi standar terhadap apa pun yang kita lakukan.

Baik menurut kita, belum tentu linier di mata orang lain. Bisa jadi sebaliknya. Apalagi bagi orang yang tak suka dengan kita. Di matanya, kita tak akan ada baiknya.

Tapi, jika kita sendiri mengatakan apa yang kita kerjakan buruk, maka dapat dipastikan tak ada yang bakal menilainya baik. Kecuali orang itu lebih “gila” dari kita.

Jika apa yang kita kerjakan buruk, tetapi ada yang mengatakannya baik, itu hanya basa-basi doang.

Pasti penilaian itu tak jujur. Hanya sebagai reward. Untuk menghargai upaya yang kita lakukan saja. Yakinlah, tak akan lebih dari itu.

Baik dan buruk.

Berbuat baik dibalas baik, itu wajar. Balas budi. Tak ada istimewanya. Memang seharusnya demikian.

Berlaku baik, apa pun bentuknya, namun dibalas dengan buruk, hal ini bukanlah sesuatu hal yang baru terjadi.

“Air susu dibalas air tuba”, peribahasa ini adalah cacatan sejarah yang tak terbantahkan bahwa hal tersebut sejak zaman baheula sudah ada.

Adapun yang istimewa itu adalah ketika seseorang mampu membalas keburukan orang lain pada dengan kebaikan.

Membalas keburukan dengan kebaikan, secara pribadi kami pun belum sepenuhnya bisa. Apalagi biasa. Masih jauh panggang dari api.

Kami masih bertatih-tatih. Masih jatuh bangun. Masih belajar dan terus belajar untuk itu.

Meskipun jarang didapat, langka, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, kami yakin pasti ada yang sudah bisa bahkan sudah sangat biasa membalas perlakuan buruk orang lain padanya dengan sebuah bahkan segenggam kebaikan.

Bagi yang sudah mahir, mohon beri kami tunjuk adan ajar agar kami kelak juga bisa dan biasa. #####


Tim Redaksi

Opini Lainnya

Tulis Komentar