Senin, 26 Maret 2018 | 09:15:33 WIB | Dibaca : 10853 Kali

Anak Bukan Sebatas Bunga Mawar William Shakespeare

Anak Bukan Sebatas Bunga Mawar William Shakespeare Teks foto: Johansyah Syafri

"What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet," kata William Shakespeare.

Adapun terjemahan penulis yang disebut-sebut salah satu sastrawan terbesar dari Inggris itu adalah; “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.”

Sebaliknya, bagi umat Islam, nama adalah doa; permohonan. Salah satu asa yang diharapkan orang tua pada anaknya. Bukan hanya sebatas untuk identitas diri, seperti memanggil, ditulis di akte kelahiran, di ijazah, di surat izin mengemudi, di kartu tanda penduduk, registrasi ‘simcard’ dan sebagainya.

Menurut Islam, pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal dan untuk memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan. Karena, jika seseorang tak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (tidak dikenal) oleh masyarakat.

Sesuai dengan agama yang kami yakini sebagai agama nan ‘rahmatan lil alamain’, selain dalam kitab suci Alquran, banyak sekali hadis Rasulullah SAW., yang berkenaan dengan ‘nama’ ini.

Diantaranya, yang dirawatkan imam Abi Daud dari Abi Dardaara, yang artinya: “Rasulullah berkata: sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-namamu dan nama-nama ayahmu. Maka baguskanlah nama-namamu.”

Kemudian : “Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).

Dan; “Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).

Kemarin, Jum’at, 23 Maret 2018. Meskipun tak mengutip dalil-dalil tersebut di atas, persoalan pentingnya nama ini juga kami sampaikan sebagai salah satu “bahan kuliah umum” kepada teman sejawat, ketika kami menjadi Pembina apel masuk kantor/apel pagi.

“Nama yang diberikan orang tua itu adalah doa. Permohonan pada Allah SWT., yang juga mereka titipan pada kita. Bukan asal beri. Tentu ada sejarahnya. Punya asal usul. Ada maksud dan tujuannya,” jelas kami, memberikan tausiah (pesan, misalnya dalam bentuk syair lagu yang berisi nasihat).

Pada kesempatan ini, diantaranya, kami mencontohkan; “Darmawanto (salah seorang Kepala Seksi di Bidang Sumber Daya Komunikasi dan Informasi), kami yakin, nama itu diberikan orang tuanya, agar dia menjadi orang yang pemurah hati; orang yang suka bederma (beramal, bersedekah).”

Nama Sri Mulyani (staf Sub Bagian Penyusunan Program), imbuh kami, nama itu diberikan tentu bertujuan, agar yang bersangkutan menjadi orang yang mulia, namun memiliki sifat yang rendah hati seperti padi; makin berisi makin merunduk. Sebab sepengetahuan kami, Sri itu adalah nama dewi padi.

Sedangkan Nur Laili (staf Bidang Pengelolaan Berbasis Elektronik), tambah kami lagi, bisa jadi nama itu diberikan supaya yang bersangkutan mampu menjadi penerang kegelapan atau menjadi perempuan yang taat menjalankan sholat malam.

Lalu, sambung kami lagi, Pak Nikmatullah (Kepala Bidang Statistik dan Persandian). Besar kemungkinan dasar nama itu diberikan orang tuanya agar beliau senantiasa diberikan nikmat (sesuatu yang baik) dari Allah SWT.

Sementara Mas Adi Sutrisno, papar kami, bisa jadi karena orang tuanya ingin beliau menjadi orang yang
unggul atau besar (bahasa Sangsekerta) yang baik (hati) dan benar-benar dicintai/menyayangi (mengoyami) orang lain/banyak orang (dalam bahasa Sangsekerta ‘Su’ artinya ‘baik’, sedangkan ‘Trisno’ dalam bahasa Jawa makna ‘cinta’).

“Sedangkan nama kami (Johansyah), menurut penjelasan Ebak (Ayah) diberikan agar menjadi Johan (pahlawan/juara) yang Syah (yang benar, yang berguna),” jelas kami, memberikan contoh dan tanpa maksud lain.

“Nama itu bukan hanya untuk disebutkan saat ijab Kabul, seperti; ‘Saya terima nikahnya Ariatna Dian Nova (staf Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan) dengan seperangkat alat sholat tunai oleh Rajuna (suaminya, Staf Bidang Statistik dan Persandian),” kata kami dengan nada canda dan ‘for example’.

Pada kesempatan itu, kami sampaikan pula, ada setidaknya ada dua kemungkinan mengapa nama yang disandang seseorang terkadang kita lihat tak sesuai (bertolak belakang) dengan kelakuan/prilakunya dalam keseharian.

“Bisa jadi doa atau permohonan orang tuanya yang dititipkan via nama yang diberikan padanya tersebut belum dikabulkan-Nya. Atau dapat pula karena yang bersangkutan memang tak tahu makna di balik nama yang diberikan tersebut, sehingga berprilaku “semau gue”,” ungkap kami.

Di kesempatan itu, kami juga menanyakan pada sejumlah sejawat yang mengikuti apel apakah mereka mengetahui doa, keinginan, asa, atau harapan orang tua masing-masing yang ada pada nama mereka? Karena sebagian besar tidak tahu, kami menyarankan, agar segera menanyakannya.

“Pulang kantor nanti langsung tanyakan apa makna (doa) mereka yang “dititipkan” melalui nama kita. Setelah tahu dan sebagai bakti kita pada mereka, maka lakukan upaya-upaya untuk membantu mereka agar permohonan mereka itu dikabulkan-Nya,” pesan kami.

Sekedar kilas balik, ketika masih diamanahkan pimpinan sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Sekretariat Daerah Bengkalis, harapkan serupa juga pernah kami sampaikan kepada teman-teman sejawat di sana.

Tak sebatas itu, saat itu, kepada sejawat di Bagian Humas, kami meminta mereka membuat tulisan tentang nama tersebut di laman facebook masing-masing.

Ketika hal itu kami sampaikan dalam sebuah pertemuan dengan teman-teman di Bagian Humas, kami memberi contoh mengenai doa atau harapan yang kami “titipan” melalui nama untuk kedua buah hati kami.

Pertama, Muthi’ah Khairun Nisa. Adapun permohonan kami pada-Nya, agar putri sulung kami tersebut menjadi wanita yang baik dan taat dalam segala hal. Menjadi sebaik-baiknya perempuan.

Sebagai kilas balik di dalam kilas balik, dahulu, saat mantan pacar (istri), Sefniwita Idson mengandungnya dan sebelum “dikeker” (baca di USG/pemeriksaan ultrasonografi), ada dua nama yang disiapkan.

Jika berjenis kelamin perempuan diberi nama tersebut. Sedangkan bila laki-laki akan diberi nama Muhammad Alif Naufal. Artinya, anak pertama (yang utama) yang terpuji nan dermawan dan tampan atau elok (rupa dan sikap).

Kedua, Muhammad Rafif Albar. Melalui nama ini, kami berharap kelak anak bujang kami satu-satunya ini menjadi umat Rasulullah SAW, orang yang terpuji , menjadi anak yang sholeh dan mampu menjadi pelindung serta orang yang cerdas (pintar).

Sebelum diakhiri, melalui tulisan ini, siapa pun kita (khususnya yang seakidah dan mau), pertama: sebagai orang tua, mari kita terus usahakan (dididik) semaksimal dan seoptimal mungkin, agar doa yang kita “titipkan” melalui nama yang disematkan pada buah hati diwujudkan-Nya.

Kedua, untuk para calon orang tua, agar mempersiapkan nama-nama yang baik nan islami. Nama yang enak didengar dan diucapkan karena pelafalan dan artinya bagus serta bermakna. Nama yang bagus dan bermakna bakal mempengaruhi jiwa dan kehidupan sang buah hati.

Ketiga, sebagai anak, mari kita tunaikan doa yang tersirat dan tersurat yang diberikan orang tua kita masing-masing melalui nama kita. Sebab, kalau bukan kita yang pertama dan utama sekali menghargai pemberian mereka untuk kita, siapa lagi? Siapa lagi yang akan memuliakan pemberian orang tua untuk memuliakan kita, kalau bukan kita?

Untuk itu, apabila diantara kita yang belum mengetahui makna tersirat (doa) di balik nama yang diberikan orang tua kita, (sekali lagi) segera tanyakan pada mereka. Bagi orang tua yang belum pernah menjelaskan makna di balik nama yang diberikan, segera sampaikan. Berikan, hak mereka untuk tahu.

Pasalnya, dalam Islam dan di luar hal-hal yang dikecualikan (seperti bersifat pribadi), juga tak ada larangan untuk memanjatkan doa dengan suara yang bisa diketahui orang lain.

“Banyak orang yang telah meninggal, tapi nama baik mereka tetap kekal. Dan banyak orang yang masih hidup, tapi seakan mereka orang mati yang tak berguna,” begitu kata Imam Syafi’i, Mufti besar Sunni Islam dan pendiri mazhab Syafi'i (767-820 M).

Memang, dalam Islam, nama bukanlah sesuatu yang bersifat pribadi. Dan, seorang anak bukan pula hanya sebatas bunga mawar seperti yang dikatakan William Shakespeare. Tapi adalah amanah yang harus senantiasa didoakan, termasuk melalui nama yang diberikan.

Wallahu ‘alam bisawab!