Jumat, 23 Maret 2018 | 10:58:53 WIB | Dibaca : 16559 Kali

Hanya Untuk Menjelaskan: "Keputusan Kepala Daerah Tidak Memerlukan Konsensus"

Hanya Untuk Menjelaskan: Teks foto: Johansyah Syafri

Autority. Kata ini jelas bukan bahasa Indonesia, tapi bahasa Inggris. Namun terjemahannya dalam bahasa Indonesia tentu ada.

Adapun terjemahan, salinan bahasa atau alih bahasa kata ‘autority’ dalam bahasa Indonesia adalah kewenangan atau wewenang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kewenangan bermakna hak atau kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Kalau dilihat dari arti tersebut, dapat dipastikan bahwa kewenangan dimaksud milik atau ada pada makhluk hidup.

Selain hak atau kekuasaan, sinonim lain dari kata kewenangan ini adalah otoritas. Selain bermakna kekuasaan atau wewenang, otoritas antara lain juga berarti kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya.

Artinya yang lain, yaitu hak untuk bertindak; hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain; dan badan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengelola bidang kegiatan tertentu.

Itu pengertian kewenangan atau wewenang menurut KBBI. Sedangkan menurut GR Terry, wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seorang Kepala Daerah, baik itu gubernur, bupati maupun walikota, memiliki lima kewenangan.

Kelima wewenang dimaksud adalah a. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda); b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c. menetapkan Perkada (Peraturan Kepala Daerah) dan Keputusan Kepala Daerah; d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat; dan e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang yang dimiliki sebagaimana diatur dalam ayat (2) tersebut diberikan dalam rangka untuk melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam ayat (1) dalam Pasal yang sama (Pasal 65).

Apa kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf e tersebut? Untuk Bupati/Walikota, diantaranya menetapkan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (PPTP) yang memimpin Sekretariat Daerah (Sekretaris Daerah).

Namun dan sebagaimana diatur dalam Pasal 115 ayat (5) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, sebelum ditetapkan terlebih harus dikoordinasikan dengan gubernur. Untuk di Bumi Lancang Kuning ini, koordinasi dimaksud tentu harus dilakukan bupati/walikota dengan Gubernur Riau.

Bagaimana sifat kewenangan seorang Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota)? Diantaranya bisa bersifat fluktuatif atau bebas.

Berdasarkan sejumlah literatur, kewenangan tersebut bersifat fluktuatif apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan. Contohnya kewenangan menyusun dan menetapkan Perkada tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Kewenangan fluktuatif Kepala Daerah dan menyusun dan menetapkan Perkada tentang APBD tersebut diantaranya diatur dalam Pasal 313 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2014; “Apabila Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan Ranperda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.”

Bagaimana mekanisme penetapan Perkada tentang APBD oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 313 ayat (1) tersebut? Diatur dalam ayat selanjutnya. Yaitu, harus mendapat pengesahan dari gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bagi Daerah kabupaten/Kota (ayat 2); untuk memperoleh pengesahan, Rancangan Perkada tersebut beserta lampirannya harus disampaikan selambat-lambat 15 hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD (ayat 3).

Kemudian dalam ayat (4), disebutkan apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah (Bupati/Walikota) menetapkan Rancangan Perkada dimaksud menjadi Perkada.

Di luar kewenangan yang bersifat fluktuatif atau sifat lainnya, maka sifat kewenangan seorang Kepala Daerah bersifat bebas. Tentu, bebas dimaksud adabila apabila peraturan dasarnya memberikan kebebasan untuk menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan.

Apa contoh kewenangan Kepala Daerah (Bupati/Walikota) yang bersifat bebas ini? Diantaranya seperti diatur dalam Pasal 115 ayat (4) UU Nomor 5 tahun 2015. Yaitu, memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon (yang lolos seleksi) untuk ditetapkan dan dilantik sebagai PPTP. Namun untuk Sekretaris Daerah ada pengecualian. Ada "persyaratan khusus" sebagaimana diatur pada ayat (5) seperti telah dijelaskan di atas.

Apa jenis produk hukum daerah yang digunakan seorang Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) untuk menetapkan PPTP yang dipilihnya untuk dilantik? Yaitu dengan Keputusan Kepala Daerah. Kalau di Pemerintah Kabupaten Bengkalis namanya Keputusan Bupati Bengkalis.

Lantas, bagaimana mekanisme penyusunan Keputusan Kepala Daerah untuk penetapan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 huruf a Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah? Hal ini diantaranya dijelaskan secara rinci dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 55 ayat (1) menjelaskan; “Pimpinan Perangkat Daerah menyusun Rancangan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a sesuai dengan tugas dan fungsi.”

Pasal 55 ayat (2): “Rancangan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Sekretaris Daerah setelah mendapat paraf koordinasi Pimpinan Perangkat Daerah yang membidangi hukum provinsi atau Kepala Bagian Hukum Kabupaten/Kota”.

Pasal 55 ayat (3): “Sekretaris Daerah mengajukan Rancangan Keputusan Kepala Daerah kepada Kepala Daerah untuk mendapat penetapan.”

Sesuai ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tersebut, dalam menetapkan sesuatu melalui Keputusan Kepala Daerah, seorang Gubernur/Bupati/Walikota, jelas tidak memerlukan konsensus atau kesepakatan (kata sepakat) dari pihak manapun. Tersebab hal tersebut memang kewenangnya yang dibenarkan peraturan perundang-undangan; “hak prerogatif”.*****

Catatan: Mohon koreksi kalau ada yang keliru.